Yayasan Mark Zuckerberg Gunakan Alat Rapid Test COVID-19 Buatan Orang Indonesia

Kamis, 02 April 2020 | 11:38:55 WIB
Rapid test COVID-19 buatan Sensing Self, produsen alat kesehatan yang salah satu pendirinya adalah WNI bernama Santo Purnama. Foto: Dok. Sensing Self

Iniriau.com - Seorang warga negara Indonesia bernama Santo Purnama berhasil mengembangkan alat rapid test COVID-19 mandiri dan menjualnya dengan harga yang sangat terjangkau. Alat besutannya telah mendapatkan lisensi edar dari tiga pasar penting di dunia, yaitu Eropa (menerima sertifikat CE), India (disetujui oleh National Institute of Virology dan Indian Council of Medical Research), dan Amerika Serikat (melalui izin Food and Drug Administration/FDA).

Tak heran pengakuan dari tiga pasar dunia itu membuat rapid test COVID-19 buatan Santo, yang diproduksi oleh perusahaannya bernama Sensing Self, dipercaya lembaga-lembaga riset ternama. Mereka terdiri dari organisasi besar, seperti Mayo Clinic di University of California hingga Chan Zuckerberg Biohub, yayasan milik pendiri dan CEO Facebook Mark Zuckerberg bersama sang istri Priscilla Chan.

“Kami telah mengirimkan alat tes mandiri Sensing Self untuk membantu lembaga-lembaga riset ternama, seperti Mayo Clinic, University of California San Francisco, dan Chan Zuckerberg Biohub. Kami selalu menjaga kualitas produk dan akurasi hasil, karena kami paham bahwa alat ini berhubungan dengan kesehatan seseorang. Pendeteksian dini virus COVID-19 bisa menentukan antara hidup dan mati,” kata Santo dalam siaran pers yang diterima kumparan, Rabu (1/4).

Sebagai warga negara Indonesia, tentu Santo bersedia untuk menyediakan pasokan alat untuk membantu pemerintah menanggulangi wabah virus corona COVID-19 yang melanda Indonesia. Sayangnya, empat minggu sejak ia mengajukan usul untuk membantu pemerintah belum juga mendapat persetujuan mengedarkan rapid test COVID-19 buatannya yang mungkin bisa menyelamatkan lebih banyak masyarakat.

Di sisi lain, produk buatan anak bangsa ini justru lebih mudah diterima oleh organisasi besar di negara lain. Sebagai contoh, badan farmasi Eropa hanya membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu untuk memberikan persetujuan. Sementara India hanya memerlukan waktu satu minggu untuk melakukan uji coba, validasi, dan persetujuan akhir. Bahkan, pemerintah India langsung memesan jutaan unit alat tes dua hari setelah lisensi diterbitkan.

“Kami berharap Pemerintah Indonesia bisa memberikan respons positif bagi inisiatif kami untuk membawa alat tes mandiri ini ke Indonesia. Jika setiap orang bisa melakukan tes mandiri, kita bisa meminimalisir risiko infeksi ketika pasien datang ke rumah sakit untuk melakukan tes, serta mengurangi beban tenaga medis yang sudah amat kewalahan,” tambahnya.

Rapid test COVID-19 yang diproduksi Sensing Self memungkinkan semua orang untuk melakukan pengetesan di rumah masing-masing, dengan hasil yang bisa keluar secara akurat dalam waktu 10 menit. Sensing Self sendiri merupakan produsen alat kesehatan mandiri yang berbasis di Singapura.

Harga alatnya pun relatif lebih murah dibandingkan dengan alat tes yang lain, yaitu sekitar Rp 160 ribu per unit. Salah satu alternatif pengetesan COVID-19 dengan nostril swab, misalnya, biaya yang dikenakan sekitar Rp 1,2 juta sekali tes, dan prosesnya memakan waktu 1 jam.

Lebih lanjut Santo menjelaskan, jika setiap orang bisa melakukan tes mandiri, maka dapat meminimalisir risiko infeksi ketika pasien datang ke rumah sakit untuk melakukan tes, serta mengurangi beban tenaga medis.

Saat ini, Santo dan tim juga sedang mengembangkan tes asam nukleat (nucleic acid test) untuk mendeteksi infeksi COVID-19 sedini mungkin dan dengan harga yang sangat terjangkau. Hasil tesnya diklaim mampu mendeteksi dengan akurasi hingga 99 persen pada hari pertama mereka terpapar virus.**

Sumber: Kumparan

Terkini