iniriau.com, KAMPAR – Sidang vonis kasus kecurangan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di TPS 001 Desa Pangkalan Serik, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, berlangsung dramatis pada Senin (10/2/2025) sore. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang yang dipimpin Ketua PN Soni Nugraha menjatuhkan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp36 juta kepada 14 terdakwa yang terbukti melakukan pencoblosan lebih dari satu kali.
Perkara ini dibagi dalam dua berkas terpisah. Berkas pertama berisi delapan terdakwa yang terdiri dari tujuh anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan satu anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS). Mereka berperan sebagai dalang kecurangan dengan mengumpulkan surat suara yang belum dicoblos dan mengatur distribusinya kepada saksi pasangan calon.
Sementara itu, enam terdakwa dalam berkas kedua adalah saksi dari empat pasangan calon Bupati-Wakil Bupati serta dua saksi pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur. Mereka terbukti telah mencoblos masing-masing 20 surat suara dengan rincian 10 suara untuk Pilkada Kabupaten dan 10 suara untuk Pilkada Provinsi, sehingga total terdapat 120 surat suara yang disalahgunakan.
Ketua Majelis Hakim Soni Nugraha menegaskan dalam amar putusannya. “Perbuatan para terdakwa telah mencederai demokrasi. Menjatuhkan pidana penjara masing-masing selama dua tahun enam bulan," ujar Soni.
Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kampar, yang sebelumnya meminta hukuman 3 tahun penjara. Meski begitu, publik tetap menyoroti kasus ini sebagai pelajaran penting dalam menjaga integritas pemilu.
Skandal ini menjadi pengingat bahwa pengawasan ketat dalam Pilkada mutlak diperlukan. Terungkapnya praktik pencoblosan ganda dan manipulasi daftar pemilih menunjukkan bahwa masih ada celah yang dapat dimanfaatkan untuk kecurangan.
Apakah hukuman yang dijatuhkan sudah cukup memberi efek jera, atau justru menjadi sinyal bahwa pelanggaran semacam ini masih bisa terjadi di masa depan?.**