iniriau.com, PEKANBARU - Pendapatan Asli Daerah (PAD) Riau kembali menjadi sorotan. Dalam beberapa tahun terakhir, realisasi penerimaan daerah terus gagal mencapai target. Bahkan, pada 2024, terjadi penurunan drastis hingga Rp1,5 triliun.
Situasi ini membuat Gubernur Riau, Abdul Wahid, turun tangan langsung. baru-baru ini Gubri mendatangi Kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau dan menggelar rapat darurat. Wahid menegaskan bahwa kegagalan mencapai target PAD tidak bisa ditoleransi lagi.
Salah satu fokus utama Wahid adalah mengoptimalkan penerimaan dari pajak kendaraan bermotor dan pajak air permukaan, yang dinilainya masih memiliki potensi besar. Ia menginstruksikan jajaran Bapenda untuk mencari solusi kreatif agar pembayaran pajak lebih mudah diakses oleh masyarakat.
"Kita harus turun langsung ke lapangan. Jangan tunggu masyarakat datang ke kantor, tapi jemput mereka di tempat-tempat strategis," tegas Wahid dalam pertemuan tersebut.
Sebagai langkah konkret, ia mengusulkan program posko pajak keliling, termasuk membuka layanan pembayaran di masjid setiap Jumat dan kantor desa di hari-hari tertentu. Ia juga mendorong petugas pajak untuk aktif mendatangi wajib pajak yang mengalami kendala.
"Jangan ada lagi alasan bahwa membayar pajak itu sulit. Kalau perlu, petugas datang ke rumah warga langsung," ujar Wahid.
Dalam kunjungannya ke Samsat Simpang Tiga, Wahid dibuat kecewa dengan kualitas layanan yang masih jauh dari harapan. Banyak wajib pajak yang mengeluhkan antrean panjang, keterbatasan akses informasi, hingga kendala administratif sepele yang menghambat pembayaran.
"Saya temui ada masyarakat yang gagal bayar pajak hanya karena lupa membawa KTP. Padahal ini era digital, data bisa dicek secara online. Kenapa masih dibuat ribet?" kritik Wahid dengan nada geram.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti bank daerah yang bekerja sama dengan Pemprov Riau dalam pembayaran pajak. Menurutnya, sistem perbankan harus lebih responsif dalam mendukung kemudahan pembayaran.
Wahid menegaskan bahwa rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak bukan hanya karena kurangnya sosialisasi, tetapi juga akibat sistem yang tidak ramah pengguna. Oleh karena itu, ia menginstruksikan perubahan mendasar dalam cara kerja Bapenda dan Samsat.
"Kita harus mengubah pola pikir. Tidak bisa lagi hanya duduk di kantor menunggu wajib pajak datang. Jemput bola, permudah layanan, dan buat masyarakat nyaman," tegasnya.
Dengan pendekatan agresif ini, Pemprov Riau mengirimkan sinyal kuat bahwa mereka tidak main-main dalam mengejar target PAD. Namun, apakah strategi ini akan benar-benar berhasil meningkatkan pendapatan daerah? Semua tergantung pada implementasi di lapangan.**