Iniriau.com, Pekanbaru - Puluhan warga Kota Pekanbaru berbondong-bondong mendatangi Komisi I DPRD Kota Pekanbaru pada Senin (19/5), menuntut kejelasan terkait kasus dugaan penipuan jual beli rumah dan kaplingan tanah oleh seorang pengembang perumahan PT Pradan Jaya Properti yang dimiliki oleh Eva Susanti SH., MH. Mereka mengaku dirugikan ratusan juta rupiah akibat tidak kunjung menerima sertifikat hak milik (SHM) maupun bangunan rumah sesuai perjanjian.
Eva Susanti diketahui merupakan istri dari Aris Naldi, mantan Lurah Tirta Siak. Meski sejumlah laporan telah diajukan ke Polda Riau, warga mengeluhkan tidak ada tindak lanjut hukum hingga kini. Hal ini memicu kemarahan dan kekecewaan para korban, yang akhirnya meluapkan keresahan mereka ke gedung legislatif.
Salah satu korban, Sri Rahayu, warga Perumahan Aur 88 di Jalan Flamboyan, Kelurahan Tangkerang Labuai, Kecamatan Bukit Raya, mengaku telah membeli rumah seharga Rp 250 juta. Rumah tersebut sudah ia tempati, namun hingga kini ia belum menerima SHM. Yang lebih mencemaskan, muncul informasi bahwa ada pihak lain yang menyomasi kepemilikan tanah rumahnya.
“Padahal dari awal perjanjian, sertifikat akan diberikan setelah rumah selesai. Tapi sampai hari ini belum juga saya terima. Bahkan tanahnya malah diklaim milik orang lain. Saya khawatir rumah ini bermasalah secara hukum,” ungkap Sri.
Kasus serupa juga dialami Netti, yang membeli dua kapling tanah di kawasan Aur 88 pada 2022. Ia telah membayar masing-masing Rp 52 juta dan Rp 45 juta, namun hingga kini SHM tak kunjung diberikan. Ironisnya, pada Mei 2024, tanah yang sudah dibelinya itu dijual kembali ke pihak lain oleh Eva.
“Eva tidak bisa dihubungi lagi. Nomor telepon kami sudah tidak aktif. Kami merasa benar-benar ditipu,” ujarnya.
Korban lain, Putra, menceritakan bahwa ia membeli tanah kaplingan seharga Rp 120 juta di kawasan Jalan Harapan Raya. Meski pembayaran sudah lunas, SHM yang dijanjikan tak pernah diberikan.
“Saya sabar hampir dua tahun. Terakhir Eva janji akan kembalikan uang saya, tapi sampai sekarang nihil. Belakangan saya tahu, tanah itu ternyata bukan milik dia, dan pembayarannya ke pemilik aslinya belum lunas,” tutur Putra.
Leni, korban lainnya, membeli rumah di Aur 88 Pandau Permai dengan sistem cicilan selama tiga tahun. Ia telah membayar uang muka Rp 70 juta dan menandatangani akta perjanjian di hadapan notaris. Namun pembangunan rumah hanya sampai pondasi. Ia kemudian diminta pindah ke lokasi lain oleh Eva, tetapi rumah yang dijanjikan malah sudah ditempati orang lain.
Kisah pilu juga datang dari Ikhsan. Ia telah membayar secara tunai Rp 330 juta pada 2020 untuk rumah di Aur 88 dengan janji SHM langsung diberikan. Namun hingga lima tahun berlalu, sertifikat tak kunjung diserahkan. Rumah tersebut pun kerap banjir dan tak layak huni.
“Terakhir saya kontak Eva pada Februari 2025, dia janji kembalikan uang saya bulan Mei ini. Tapi sekarang nomor saya sudah diblokir,” kata Ikhsan lirih.
Menanggapi laporan ini, Ketua Komisi I DPRD Kota Pekanbaru, Robin Eduar menyatakan, pihaknya akan segera mempelajari berkas dan dokumen yang diserahkan para warga.
“Kita tampung dulu semua laporan masyarakat. Ini jelas menyangkut hak-hak warga yang diduga dirugikan. DPRD akan segera memanggil para pihak terkait, termasuk developer dan instansi pemerintah yang berwenang untuk mencari jalan keluar,” ujarnya.
Komisi I DPRD juga berkomitmen, mendorong penegakan hukum atas laporan-laporan warga yang belum diproses secara serius oleh aparat penegak hukum.
Upaya konfirmasi kepada Eva Susanti hingga berita ini diturunkan, belum membuahkan hasil. Nomor telepon miliknya maupun sang suami, Aris Naldi, tidak aktif dan tidak dapat dihubungi.
Kasus ini menjadi potret buram tata kelola pengembang perumahan di Pekanbaru, yang minim pengawasan dan tidak berpihak pada kepastian hukum bagi konsumen. Masyarakat berharap, pemerintah dan lembaga penegak hukum segera turun tangan sebelum lebih banyak korban berjatuhan. **