Motif dan Karekteristik Aksi Teror Penembakan Masjid di Selandia Baru

Selasa, 00 0000 | 00:00:00 WIB
Dr Rendi Prayuda, MSi 

Oleh: Dr Rendi Prayuda, MSi 
Penulis adalah Pengamat Hubungan Internasional sekaligus Dosen Tetap Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Riau

Hari Jumat tanggal 15 Maret 2019, dunia digemparkan oleh tragedi kejahatan kemanusiaan berupa penembakan massal terhadap Jemaah di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood di Deans Avenue Christchurch Selandia Baru.

Dikutip dari laman (aljazeera.com) bahwa pelaku pertama kali memasuki Masjid Al Noor dengan membawa senjata otomatis dan langsung melepaskan tembakan massal ke arah jemaah baik laki-laki, perempuan dan anak-anak yang sedang melaksanakan ibadah Sholat Jumat. Akibat dari serangan ini mengakibatkan 49 orang menjadi korban meninggal dunia dan 48 orang mengalami luka berat dan ringan serta di rawat secara medis.

Pelaku dari penembakan secara massal terhadap rumah ibadah (Masjid) di Selandia Baru ini dikenal dengan nama Brenton Tarrant berusia 28 tahun yang berasal dari Grafton New South Wales Australia. Tindakan yang dilakukan oleh Brenton Tarrant ini tentu saja masuk dalam kategori serangan teroris. Secara defenisi, Walter Lanquer menjelaskan bahwa terorisme adalah “penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan senjata api atau bahan peledak oleh kelompok non-negara (individu) dengan maksud untuk menebarkan kepanikan dalam sebuah masyarakat, dan membawa perubahan politik negara. Aksi penembakan massal yang terjadi di Selandia Baru ini tentu saja merupakan aksi terorisme yang mengancam nyawa banyak orang, menimbulkan kerawanan negara serta dilakukan secara live di sosial media sehingga mengundang respon dari dunia internasional. 

Tulisan ini mencoba menganalisis motif, tipe dan karakteristik serangan teror yang dilakukan oleh Brenton Tarrant (28 tahun) terhadap penembakan massal yang dilakukan di Masjid Al Noor Selandia Baru. Gus Martin menjelaskan bahwa aksi kelompok terorisme dilakukan dengan beberapa motif yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: rasional politik, psikologi dan budaya. Berdasarkan motifnya, maka aksi teror yang dilakukan oleh Brenton Tarrant dalam penembakan massal di Masjid di Selandia Baru lebih didasarkan atas motif psikologi dan budaya.

Hal ini dikarenakan Brenton Tarrant bukanlah aktor politik melainkan seorang mantan Pelatih Gym (Pusat Kebugaran) dan berasal dari keluarga kelas menengah kebawah. Akan tetapi terhadap bacaan dan pengalamannya secara psikologi dan budaya membangun rasa kebencian yang kuat terhadap muslim. Hal ini terbukti dengan fakta tulisan yang ada pada Senjata otomatis yang digunakan pelaku seperti Pertempuran Vienna 1683 antara orang Kristen dan orang Turki, Sebastiano Venier 1571 (Pemimpin pertempuran Lepanto melawan Turki),  Khotyn 1621 (pertempuran Polandia melawan Turki) serta Vac 1684 (pertempuran Kaisar Ottoman melawan Romawi Suci).

Berdasarkan tipe kelompok terorism maka menurut Audrey Kurth Cronin, bahwa terdapat empat tipe kelompok teroris yang beroperasi di dunia, yakni: teroris sayap kiri atau left wing terrorist; teroris sayap kanan atau right wing terrorist; teroris separatis, atau ethnonationalist/separatist terrorist; teroris keagamaan atau religious or “scared” terrorist.  Berdasarkan aksi teror di Selandia Baru ini, maka aksi masuk dalam tipe kelompok teroris sayap kanan yang terinspirasi dari kelompok fasisme.

Robert Paxton menjelaskan fasisme adalah paham ideologi yang bergerak secara otoriter dengan menumbuhkan nasionalisme terhadap sebuah negara secara radikal, ekstirimis bahkan konservatif. Pemikiran fasisme ini terbukti dari manifesto yang ditulis oleh pelaku berisi 74 halaman yang menggambarkan kebencian terhadap masyarakat dan imigran muslim yang berada di Selandia Baru. Dalam manifesto tersebut ia juga menggambarkan kejadian – kejadian penindasan yang terjadi di Sydney dan eksploitasi terhadap anak di Inggris yang menurutnya dilakukan oleh non eropa. 

Selain berdasarkan motif dan tipe aksi serangan teror tersebut, maka Loudewijk F. Paulus menjelaskan bahwa karakteristik aksi terorisme dapat ditinjau dari beberapa karakteristik, yaitu karakteristik organisasi yang meliputi: organisasi, rekrutmen, perencanaan, waktu pendanaan dan hubungan internasional, Karakteristik perilaku: motivasi, dedikasi, disiplin, keinginan membunuh dan keinginan menyerah hidup-hidup, Karakteristik sumber daya yang meliputi: latihan/kemampuan, pengalaman perorangan di bidang teknologi, persenjataan, perlengkapan dan transportasi pemerintah yang sah (separatis).

Karakteristik aksi terorisme Brenton Tarrant ini, secara organisasi telah direncanakan sejak 2 tahun yang lalu dan serangan terhadap Masjid Al Noor telah direncanakan sejak 3 bulan sebelumnya dengan mempersiapkan segala persenjataan dan perlengkapan yang memadai. Selain itu karakteristik prilaku melihat bahwa keinginan membunuh ini dilakukan dengan cara menyerang secara massal dan tidak aksi bunuh diri sehingga pelaku menginginkan menyerah hidup -  hidup dan secara psikologi menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi pelaku.

Berdasarkan analisa penulis atas motif, tipe dan karakteristik serangan terorisme yang dilakukan oleh Brenton Tarrant di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood Selandia Baru Jumat kemarin memberikan pemahaman kepada kita bersama bahwa aksi terorisme bukanlah sebuah stigma konstruksi terhadap agama tertentu terutama islam (islamphobia) akan tetapi aksi terorisme telah disepakati sebagai ancaman kemanusiaan (human security) yang tidak hanya menjadi musuh satu negara akan tetapi merupakan ancaman atau musuh bersama (common enemy) bagi seluruh negara – negara di dunia.  Sehingga diperlukan adanya koordinasi negara – negara di dunia menggunakan kerangka hukum internasional untuk memberikan pemahaman, langkah supremasi hukum dan ratifikasi hukum internasional yang sama bagi seluruh negara di dunia dalam menangani kejahatan terorisme. (*)

Terkini