Pengalaman Bu Is Mengisolasi Anaknya, Jangan Panik Hadapi Covid-19

Pengalaman Bu Is Mengisolasi Anaknya, Jangan Panik Hadapi Covid-19
Suasana swab massal, dari sinilah awal cerita bu Is
Bu Is tertunduk lesu. Begitu juga anaknya, Nisa. Warga Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukitraya, Pekanbaru, Riau itu baru saja mendapat kabar mengejutkan. Dua orang anggota keluarga mereka terpapar covid-19 berdasarkan hasil swab massal. Sang ibu, Ririn, dan anaknya yang baru berumur  6 tahun, Alika, tertular dari keluarga mereka yang baru datang dari kota Padang, Sumatera Barat . Dari siniah kisah pengalaman bu Is dalam mengisolasi anaknya bergulir.
 
Mereka memang tidak serumah. Bu is, anaknya Nisa, dengan dua keluarga yang terpapar covid-19.  Tetapi Bu Isna yang akrab disapa Bu Is dan Nisa, setiap hari berinteraksi langsung dengan salah seorang anggota keluarga yang serumah dengan Riri dan Alika, yakni Keke, karena mereka satu kantor. 
 
Termenung dan galau sebentar, tiba-tiba Bu Is sadar, ia terbangun dari lamunan. 
"Tiba-tiba saya ingat nasehat ahli kesehatan, jangan panik dan galau berlebihan menghadapi covid karena itu akan menurunkan imun tubuh kita, dan virus  justru lebih mudah menyerang," cerita Bu Is.
 
Langkah pertama yang dilakukannya, Bu Is segera menyuruh Keke pulang ke rumah untuk work from home selama 14 hari, sekalian melakukan rapid test. Setelah Keke 'dibebastugskan' dari kantor, bu Is bertindak cepat.  Ia langsubg membuat cairan disinfektan sendiri (belajar dari internet), yakni campuran air dan byclean. Kemudia, wanita paroh baya ini menyemprotkannya ke seluruh ruangan dan benda-benda yang  disentuh Keke.
 
Kemudian sambil menunggu rapid test Keke keluar, Bu Is melakukan berbagai antisipasi jika kemungkinan buruk terjadi.
 
Langkah pertama, ibu satu anak ini memberi semangat pada anaknya, Nisa yang terlihat down. Mungkin karena Nisa merasa paling dekat dengan Keke, dan cukup intens berkomunikasi sebelum mendapat kabar tentang keluarga mereka yang terpapar covid-19.
 
"Kita boleh waspada, tapi jangan takut dan cemas berlebihan. Toh baik ibu, Keke maupun Nisa sejauh ini terlihat sehat. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah isolasi mandiri, dan menjalankan semua protokol kesehatan lebih ketat lagi, makan bergizi, minum vitamin, menjaga kebersihan lingkungan, olahraga dan istirahat yang cukup," ujar Bu Is menenangkan anaknya.
 
Alhamdulillah, ia melihat Nisa kini lebih tenang. Dalam hati, Bu Is berharap mereka bukanlah golongan OTG atau orang tanpa gejala.
 
" Saya bangkit. Saya searching artikel dan tulisan-tulisan tentang covid-19. Bagaimana cara menjalankan isolosi mandiri, apa asupan yang baik untuk menjaga imunitas tubuh dan tips-tips lain untuk menunjang kesehatan. Dan selama 14 hari, atau setidaknya sampai hasil rapid Keke keluar, kami  me-lokckdown-kan diri. Tidak pergi kemana-mana alias di rumah saja. Semua keperluan harian ada yang mengirim," cerita Bu Is.
 
Dan mulai hari itu, papar Bu Is, ia membuat treatment layaknya orang isolasi mandiri. Bangun pagi usai shalat subuh, ia menyiapkan sarapan pagi untuk diri dan anaknya, plus vitamin.  Pukul 09.00 sd 9.30 wib bersama Nisa, Bu is olahraga pagi dibawah sinar matahari, cukup senam2 dan lari-lari kecil. Yang penting badan bergerak mengeluarkan keringat.
 
 "Jendela dan pintu kamar sengaja saya buka untuk memberi akses sinar matahari masuk, dan agar sirkulasi udara berputar terus," cerita Bu Is tentang program isolasi mandirinya. 
 
Pukul 10.000 wib, mereka minum minuman penambah imun tubuh, yakni campuran jahe merah, serai, lemon dan madu yang diseduh air panas. 
Jadwal makan siang pukul 12.00 wib, menu  lengkap pun sudah disiapkan, nasi, lauk, sayuran dan buahan.
 
Di sore hari, makan tambahan bubur kacang ijo atau roti plus teh panas. "Kami juga mengkonsumsi air putih hangat setiap hari, dengan porsi yang lebih dari biasanya. Saya baca di artikel keseharan, air panas sangat baik bagi kesehatan tubuh," ujar wanita yang sehari-hari sebagai ibu rumah tangga ini.
 
"Di malam hari setelah makan malam dan sebelum berangkat tidur, kami minum segelas susu hangat untuk merelaksasi otak dan tubuh. Begitulah hari-hari saya dan anak sejak mendapat kabar ada keluarga yang terpapar covid-19. Semua saya lakukan hanya untuk membentengi diri kami dari virus jahat itu," cerita Ibu berumur 52 tahun ini.
 
Khusus Nisa, semua aktifitas berlangsung di kamarnya. Isolasi Nisa memang lebih intens, karena ia yang paling kontak dekat dan erat dengan Keke. "Saya juga tak henti-henti menekankan padanya agar selalu ceria dan berpikiran positif, dan tak lupa berdoa meminta kepada Allah agar semuanya baik-baik saja."
 
Alhamdulilah Nisa, remaja 16 tahun tersebut cukup kooperatif dengan semua program yang dijalankan ibunya. Termasuk soal protokol kesehatan dan 3 M-nya (Memakai  Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak). Juga ketika peralatan makan kami harus terpisah, serta untuk sementara waktu kami harus 'berpisah' dulu, meski hanya jarak dinding-dinding kamar.
 
Menurut Bu Is, ia memang harus menanamkan kesadaran pada diri Nisa dalam membentengi diri dari covid, karena Nisa memiliki riwayat asma. Jadi ia termasuk orang yang rentan.
 
Begitulah, seperti yang dikisahkan Bu Is, sampai menunggu rapid test Keke yang biasa dipanggil mba oleh Nisa keluar, keluarga ini terus menunggu dengan penuh harap agar hasilnya non reaktif, dan mereka semua baik-baik saja. 
 
Selama itu pula, Bu Is menutup pintu rumahnya dari kunjungan tamu. Ia tak ingin menjadi pembawa virus bagi orang lain, dan sebaliknya, ditulari oleh orang luar. Sampai pada titik ini, Bu Is semakin menyadari betapa pentingnya menjalankan disiplin protokol kesehatan untuk memutus mata rantai covid-19. Jika semua orang patuh, ini tentu akan memudahkan tugas pemerintah dalam percepatan penanganan virus corona yang mematikan itu. Otomatis negara ini akan semakin cepat terbebas dari covid, aktifitas masyarakat akan kembali normal, dan roda ekonomi  berputar lagi seperti sebelum covid. Dalam hati, Bu Is mengakui  pengalaman 'isolasi mandiri' ini telah memberi banyak pelajaran berharga bagi dirinya.
 
Hari keenam setelah isolasi mandiri, Bu Is mendapat kabar dari whatsapp. "Alhamdulillah non reaktif," pesan dari Keke. "Saya gembira mendengar kabar itu. Bagi saya, pesan itu ibarat oase, ia telah membasahi tanah yang kering dan gersang. Alhamdulillah...segala puji kepadaMu ya Rabb. Tak terasa air mata saya basah," kenang Bu Is tentang pengalamannya dengan covid-19. Dan Alhamdulillah, dua anggota keluarga yang positif covid-19, 14 hari kemudian setelah diisolasi di Bapelkes, Panam, Pekanbaru, Riau, juga dinyatakan negatif.
 
Sejak itu, tiada hari tanpa 3M. Bu Is dan keluarga sangat patuh  menjalankan protokol kesehatan, ia pun tak segan-segan menegur orang di dekatnya yang tidak pakai masker. Ya, enam hari yang berharga dalam kehidupan keluarga ini, tapi membawa banyak perubahan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. 
 
"Alhamdulillah... dua bulan setelah kejadia itu, kami dan keluarga sehat dan baik-baik sampai sekarang,"  ujar Bu Is. Dan pengalaman ini, layak  menjadi pelajaran berharga bagi semua  orang yang ingin terhindar dari virus mematikan, covid-19.**

Berita Lainnya

Index