Riau Rhythm in Orchestra 2020: Pengembaraan di Tengah Pandemi

Riau Rhythm in Orchestra 2020: Pengembaraan di Tengah Pandemi

Iniriau.com, PEKANBARU - Kelompok musik Riau Rhythm akan mengadakan konser dengan tajuk "Riau Rhythm in Orchestra 2020: Awang Menunggang Gelombang". Acara ini rencananya akan digelar di Anjung Seni Idrus Tintin (ASIT), Juma-Sabtu (30-31/10/2020).

Menurut Rino Dezapati, penggagas kegiatan ini yang juga dedengkot Riau Rhythm, gagasan awal pementasan kelompok musiknya dengan menggandeng sekitar 70 pemusik orchestra ini adalah bentuk "perlawanan" pada kondisi sekarang, saat dunia diserang pandemi corona (Covid-19). Juga selaras dengan upaya pemerintah dalam membangun dunia maritim.

Dengan mengambil tema "Awang Menunggang Gelombang", sebagai sebuah pencarian sejarah bahwa di masa lalu ada pelaut dari tanah Melayu yang berjuang melawan gelombang mengelilingi bumi.

Dikisahkan oleh Rino, pada 499 tahun lalu, Panglimo Awang, budak Zamatera, dalam catatan sejarah disematkan sebagai manusia pertama yang mengelilingi bumi secara sempurna. Ia menjadi navigator kapal Ferdinand Magellan dari Spanyol Selatan menuju kepulauan rempah Nusantara.

Panglimo Awang memandu pengembaraan 5 buah kapal dan 270 kelasi, menuju Nusantara untuk menjemput rempah yang menjadi barang idaman Eropa masa itu.

"Terdapat banyak kisah pengembaraan Panglimo Awang yang menantang penafsiran. Riau Rhythm akan menyajikan kisah Pengembaraan Awang dalam format orchestra ke dalam 9 buah repertoar baru," jelas Rino didampingi anggota Riau Rhythm lainnya, Aristofani Fahmi.

Proses karya ini, kata dia, dimulai sejak akhir tahun 2018. Bermula diskusi informal dengan Ketua MKA LAM Riau, Datuk Seri Al azhar mengenai pengembaraan Panglimo Awang yang menjadi perhatian dunia, baik itu sejarawan maupun kaum intelektual lain.

Di samping diskusi-diskusi kecil, proses pengumpulan bahan dan data yang terkait terus dilaksanakan. Hingga ketemu informasi bahwa Panglimo Awang diklaim sebagai manusia pertama yang berhasil mengelilingi bumi dengan sempurna.

Pada saat yang sama, jelas Rino, Pemerintah Indonesia sedang giat mengupayakan kebangkitan kembali kejayaan maritim Nusantara melalui wacana jalur rempah. Data yang terkumpul kemudian menjadi materi dasar bagi komposer Riau Rhythm,  untuk ditafsir menjadi bebunyian dan harmoni karya musik.

Selama dua tahun akhirnya Rino  menciptakan 9 buah repertoar musik yang mengandaikan pengembaraan Panglimo Awang tersebut. Karya "Awang Menunggang Gelombang" ini hasil pembacaan berdasarkan sudut pandang keriauan.

"Artinya Panglimo Awang dan pengembaraannya merupakan teks yang bebas untuk ditafsir," jelas Rino yang juga salah seorang Dewan Pendiri Asosiasi Seniman Riau (Aseri) ini.

Di bagian lain, Aristodani menjelaskan, penciptaan karya ini melalui proses pembacaan terhadap fragmentasi dunia laut Nusantara: makro dan mikro kosmos kelautan. Keagungan pengembaraan bagi pelaut Bugis-Makassar, misalnya, dimulai dengan ritual Songka Bala untuk membina koneksi diri dengan alam.

Songka Bala atau Tolak Bala, menjadi laku pra-kembara untuk mengatasi ketegangan batin-spiritual dengan rintangan, mengokohkan keyakinan, sekaligus menjadi ikrar yang melandasi keputusan pengembaraan.

Legenda hantu laut Kala Kiwi yang populer di perairan pesisir dan kepulauan Riau hingga Laut Cina Selatan menjadi titik “intip” dunia mistisisme kelautan. Para pengembara laut sangat menghindari untuk tertidur di tengah laut, karena pada saat itulah,  Kala Kiwi menyerang awak kapal.

Karya "Awang Menunggang Gelombang", kata lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta ini,  memberi porsi yang cukup besar terhadap sisi psikologi. Berdasarkan data, tugas navigasi Awang pada ekspedisi Magellan merupakan keputusan tarik-menarik dalam batin dan pikiran Awang yang membuka medan tafsir yang longgar.

"Kondisi batin Panglimo Awang ini menjadi sangat menarik untuk dijadikan pijakan karya," jelas Sekretaris Umum Aseri ini.

Di kemudian hari, jelas Aris, pengembaraan Panglimo Awang bersama Ferdinand Magellan melahirkan kontroversi antara “heroisme” atau “pekhianatan”, sebab melahirkan tafsir sebagai pembuka jalan kolonisasi di Nusantara.

"Karya ini menggunakan lirik Syair Pelayaran Kampar yang menggambarkan ketakberdayaan dan sikap penyerahan diri total terhadap kuasa absolut. Maka langkah pertama Awang dalam pengembaraannya adalah langkah ambigu: langkah maju atau langkah mundur," jelas Aristofani lagi.

Rino dan Aristofani menambahkan, Riau Rhythm in Orchestra ini didukung oleh Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui mekanisme kompetisi proposal dalam program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) tahun 2020. Dukungan lainnya juga didapat dari Pemerintah Provinsi Riau, Gravis Advertizing, dan Aseri.

"Karya ini disiapkan dalam kondisi dunia berada dalam serangan pandemi.  Apabila pengembaraan Panglimo Awang menuju kepulauan rempah pada lebih lima abad lalu menempuh gelombang, menyelinap keluar dari kepungan badai, maka Riau Rhythm tahun 2020 harus melalui pandemi, menghadapi gelombang kepungan virus Covid-19," kata Rino yang diamini Aristofani.**

Berita Lainnya

Index