KPK Panggil 14 Saksi Kasus Dugaan Suap DAK Kota Dumai

KPK Panggil 14 Saksi Kasus Dugaan Suap DAK Kota Dumai
Ilustrasi

Iniriau.com, DUMAI - Terdapat 14 orang yang dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kasus dugaan suap terkait pengurusan dana alokasi khusus atau DAK Kota Dumai dalam APBN-P 2017 dan APBN 2018. Semunya berstatus saksi untuk tersangka Wali Kota Dumai nonaktif, Zulkifli Adnan Singkah (ZAS).

Rinciannya, Komisaris PT Tegma Engineering, Yudha Maulana; Direktur PT Energi Sejahtera Mas, Syafriadi; Direktur PT Hogindo Zhen Putra, Sudirman; dan Karyawan BUMN, Syafran.

Lalu, swasta, Tri Junaedi, Veenaben Bhagwandas, Dudi Muliawan, Syamsul Bahar Hayat, Mohamad Ilham, dan Epah Cholipah; karyawan swasta, Usman dan Muskanizar; wiraswasta, Rajendra Kumar; dan saksi bernama Sembiring.

"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ZAS," kata Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri, Jumat (19/2).

Pada kasusnya, KPK menerka Zulkifli memberikan fee 2% untuk Yaya Purnomo selaku Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, agar mau bantu urus DAK Dumai. Dalam kasus DAK APBN-P 2017 dan APBN 2018, Yaya sudah divonis bersalah.

Dalam APBN-P 2017, Kota Dumai dapat tambahan duit Rp22,3 miliar sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk pendidikan dan infrastruktur jalan. Lalu, Pemkot Dumai mengajukan usulan DAK untuk tahun anggaran 2018 kepada Kemenkeu.

Selanjutnya, Zulkifli bertemu Yaya membahas pengajuan DAK itu. Yaya menyanggupi mengurus DAK Kota Dumai tahun anggaran 2018, yaitu pembangunan RSUD dengan alokasi Rp20 miliar dan pembangunan jalan Rp19 miliar.

Demi memenuhi fee permintaan Yaya Purnomo, Zulkifli diduga memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemkot Dumai. Penyerahan uang setara Rp550 juta untuk Yaya dilakukan pada bulan November 2017 dan Januari 2018.

Zulkifli juga diterka menerima gratifikasi berupa uang Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta. Pemberian itu diduga dari pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai. Disinyalir praktik lancung terjadi antara November 2017-Januari 2018.

Pemberian tersebut tidak pernah dilaporkan kepada Direktorat Gratifikasi KPK sebagaimana diatur di Pasal 12 C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam perkara pertama, Zulkifli disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor. Sementara terkait gratifikasi, dia diterka melanggar Pasal 12B UU Tipikor.**

Sumber: Alinea

Berita Lainnya

Index