PBB: Junta Militer Myanmar Tangkap Hampir 600 Perempuan Sejak Kudeta

PBB: Junta Militer Myanmar Tangkap Hampir 600 Perempuan Sejak Kudeta

Iniriau.com - Badan PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) mencatat hampir 600 perempuan ditangkap aparat di bawah kendali junta militer sejak kudeta di Myanmar 1 Februari lalu. Badan itu pun mengutuk penggunaan kekerasan dan kekuatan mematikan oleh pasukan Myanmar terhadap pengunjuk rasa damai prodemokrasi.

“Tanggapan represif ini telah merenggut nyawa enam perempuan dan mengakibatkan penangkapan hampir 600 perempuan, termasuk perempuan muda,” ungkap Direktur Eksekutif UN Women, Phumzile Mlambo-Ngcuka dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (12/3/2021).

“Selain itu, mereka yang ditahan juga dikabarkan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual,” kata dia, menambahkan.

Perempuan telah lama memainkan peran penting dalam sejarah Myanmar. Oleh karena itu, UN Women memandang perempuan tidak boleh diserang dan dihukum saat menyampaikan ekspresi damai atas pandangan mereka.

Di samping itu, Myanmar adalah salah satu penanda tangan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW). Perjanjian itu antara lain menyatakan bahwa pembangunan penuh dan lengkap suatu negara, kesejahteraan dunia, dan tujuan perdamaian membutuhkan partisipasi maksimum dari perempuan yang setara dengan laki-laki di segala bidang.

Selain itu, CEDAW juga berkomitmen untuk menjamin pelaksanaan dan penikmatan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental atas dasar kesetaraan dengan laki-laki. Poin CEDAW selanjutnya dengan jelas menetapkan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah bentuk diskriminasi yang dilarang berdasarkan konvensi tersebut.

“Kami menyerukan kepada militer dan polisi Myanmar untuk memastikan bahwa hak berkumpul secara damai dihormati sepenuhnya, dan bahwa para demonstran, termasuk wanita, tidak dikenai tindakan balasan,” ucap Mlambo-Ngcuka.

Dia menyerukan kepada militer dan polisi Myanmar untuk menghormati hak asasi perempuan yang telah ditangkap dan saat ini ditahan, serta mengulangi seruan PBB untuk segera membebaskan semua tahanan.

Sejak pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi dikudeta oleh militer pada 1 Februari 2021, lebih dari 60 pengunjuk rasa dilaporkan tewas. Selain itu, sedikitnya 2.000 orang ditahan oleh pasukan keamanan, menurut laporan kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.

Kudeta yang memicu unjuk rasa hampir di seluruh Myanmar itu dilatarbelakangi tudingan militer atas kecurangan dalam pemilu yang dimenangi partai pimpinan Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), pada November tahun lalu. Namun, tuduhan itu telah ditolak oleh komisi pemilu setempat.

Tak hanya itu, mayoritas rakyat Myanmar juga menginginkan pemerintahan sipil yang demokratis.**

Sumber:

Berita Lainnya

Index