Oposisi Selangkah Lagi Gulingkan Benjamin Netanyahu dari Kursi PM Israel

Oposisi Selangkah Lagi Gulingkan Benjamin Netanyahu dari Kursi PM Israel
Benjamin Netanyahu

Iniriau.com - Koalisi yang tidak biasa dari partai-partai oposisi Israel mencapai kesepakatan pada Rabu (02/05) malam untuk membentuk pemerintahan baru.

Kesepakatan itu dinilai dapat menyelesaikan kebuntuan politik yang berkepanjangan, dan memaksa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu turun dari jabatannya yang ia duduki selama 12 tahun.

Yair Lapid, seorang sentris dari Partai Yesh Atid (Ada Masa Depan), dan Naftali Bennett, seorang ultranasionalis dari Partai Bennett Yamina (Kanan) mengumumkan kesepakatan itu setelah mereka berhasil menyusun pemerintahan koalisi dengan sejumlah partai dari seluruh spektrum politik.

Lapid berhasil mengumpulkan tanda tangan dari tujuh partai yang menandakan kesediaan mereka untuk membentuk koalisi, sesaat sebelum mandatnya untuk membentuk pemerintahan baru berakhir pada tengah malam.

Lapid memberi tahu Presiden Israel Reuven Rivlin melalui email, dengan mengatakan: "Saya merasa terhormat untuk memberi tahu Anda bahwa saya telah berhasil membentuk pemerintahan," lapor Reuters.

Lapid mengaku bahwa dia telah berbicara dengan presiden dan mengatakan bahwa "pemerintah ini akan bekerja untuk semua warga Israel, mereka yang memilihnya dan mereka yang tidak. Pemerintahan ini akan melakukan segalanya untuk menyatukan masyarakat Israel," tulisnya di Twitter.

Pemerintahan dari koalisi yang baru terbentuk itu terdiri dari berbagai partai.

Selain Partai Yesh Atid dan Partai Bennett Yamina, Lapin juga mendapat dukungan dari Partai Israel Beiteinu (Israel Rumah Kita) yang dipimpin oleh Avigdor Lieberman, Partai Kahol Lavan (Biru dan Putih) yang dipimpin oleh Benny Gantz, Partai Buruh yang dipimpin oleh Merav Michaeli, partai sosial-demokrat Meretz (Vigor) yang dipimpin oleh Nitzan Horowitz, serta Partai Ra'am (Daftar Bersatu Arab) yang dipimpin oleh Mansour Abbas.

Pos-pos komite yang terkait dengan penunjukan yudisial, dan urutan pengisian jabatan menjadi poin-poin penting dalam pembahasan koalisi ini. Demikian pula soal undang-undang bangunan tentang perumahan Arab dan pengakuan desa Badui di Negev, yang keduanya menurut partai Ra'am Islam harus diselesaikan sebelum dapat mendukung pemerintahan baru.

Koresponden DW di Yerusalem, Tania Krämer, melaporkan bahwa ada kesulitan terkait pembentukan koalisi dengan partai-partai yang memiliki pandangan yang berlawanan.

"Di satu sisi ada partai sayap kanan garis keras, beberapa di antaranya pro-aneksasi, pro-pemukiman [di wilayah Palestina yang diduduki Israel], menentang negara Palestina dan di sisi lain ada Partai Meretz sayap kiri yang berpihak pada negara Palestina," jelas Krämer.

Meskipun diyakini bahwa mereka pertama-tama akan fokus pada isu-isu yang kurang tajam secara ideologis, Krämer mengatakan bahwa berbagai pihak "harus mengatasi perbedaan mereka untuk membuat pemerintahan ini bertahan."

Lapid telah secara resmi memberi tahu Presiden Rivlin bahwa ia mendapat dukungan dari mayoritas parlemen Knesset untuk membentuk kabinet, lebih dari dua bulan setelah pemilihan 23 Maret.

Pemerintahan baru akan menghadapi pemungutan suara di Knesset sekitar Rabu (09/06) depan, kecuali Lapid meminta waktu untuk merundingkan hal-hal yang belum disepakati sebelum partai-partai menandatangani koalisi yang mengikat.

Jika langkah itu diambil, maka pemungutan suara akan ditunda satu minggu lagi untuk memberi waktu kepada partai-partai guna menyelesaikan ketidaksepakatan tentang kebijakan dan penunjukan pemerintah baru.

Diprediksi bahwa Netanyahu, perdana menteri terlama Israel, akan berusaha membawa anggota parlemen dari koalisi tersebut ke sisinya.

Masa jabatan Netanyahu selama 12 tahun akan berakhir, kecuali koalisi yang baru terbentuk itu runtuh sebelum dilantik.**

Sumber: DW Indonesia

Berita Lainnya

Index