Harga Pupuk Menggila, TBS di Titik Terendah, Achmad Pertanyakan Tanggung Jawab Pemerintah

Harga Pupuk Menggila, TBS di Titik Terendah, Achmad Pertanyakan Tanggung Jawab Pemerintah
Anggota DPR RI Achmad, M.Si
Iniriau.com, Jakarta - Terjun bebasnya harga tandan buah segar (TBS) sawit  di harga terendah, dan melambungnya harga pupuk yang menyebabkan petani sawit menjerit,  membuat Anggota DPR RI, Achmad prihatin.  Ia mempertanyakan apa yang telah dilakukan pemerintah untuk menolong nasib 17 juta petani sawit di seluruh Indonesia.
 
"Petani sawit saat ini menjerit. Sudahlah harga anjlok, pupuk melambung pula harganya. Bagaimana ini, pemerintah dimana?," ujar Achmad kesal, Senin (27/6).
 
Achmad meminta pemerintah segera bertindak dan segera menstabilkan kembali harga TBS dan pupuk agar kondisi ini tidak berkepanjangan.
 
"Pemerintah harus bertanggungjawab atas nasib petani sawit di seluruh Indonesia. Beri solusi, buat kebijakan yang berpihak pada petani dan jangan ada masalah baru lagi. Petani sydah cukup menderita," sebut Achmad kepada wartawan, di Gedung DPR RI.
 
Politisi Demokrat ini melihat hingga kini tidak ada upaya konkrit yang dilakukan pemerintah, sehingga harga sawit terus merosot. Perhari ini saja, harga TBS hanya Rp600/kg. Tetapi harga pupuk justru menggila. "Ini sebuah logika yang tidak bisa diterima akal," ujar mantan bupati Rohul dua periode ini.
 
Kata Achmad, jika ini terus dibiarkan dan pemerintah tidak mengambil kebijakan yang betul-betul memihak petani, maka pemerintah sama saja mengabaikan nasib 17 juta petani sawit dan pekerjanya yang mereka itu penduduk Indonesia.
 
"Ini berakibat fatal nantinya terhadap petani sawit mandiri dan kebun masyarakat. Mereka akan terancam kehidupannya," tegas Achmad.
 
Legislator dari dapil Riau I itu menyebut, ketika waktu itu harga TBS stabil dan naik. Harga pupuk di tingkat petani juga terus merangkak naik. Namun tidak sebanding ketika harga TBS itu turun drastis, sementara harga pupuk terus naik.
 
Waktu harga sawit naik, pupuk naik. Tatkala harga TBS turun, harga pupuk tetap tinggi. Ini kan hantaman bagi petani karena sudah tidak sebanding lagi antara hasil produksi sawit dengan operasionalnya. Masyarakat akan meninggalkan kebun mereka karena tidak sesuai hasilnya lagi. Kenapa tidak hancur kebun sawit masyarakat kesalnya.
 
Achmad menyebut, kekacauan harga TBS kelapa sawit karena pemerintah gagal mengambil kebijakan dan menyelesaikan kisruh harga crude palm oil (CPO) yang berdampak tragis.
 
Situasi ini justru semakin memprihatinkan pasca pemerintah mencabut larangan ekspor CPO. Meskipun harga harga CPO Rotterdam naik-turun tipis pada akhir-akhir ini, namun masih baik secara ekonomi.
 
"Namun permasalahannya harga CPO Rotterdam tersebut tergerus sampai 62 persen persen saat tender CPO di KPBN (Rp 8000/kg CPO) dan tentunya di level harga TBS petani pasti lebih anjlok lagi, yaitu kisaran 92% (Rp.1.700/kg TBS) dengan catatan rendemen TBS Petani sebesar 21%. Kenapa bisa begitu," kata Achmad dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/6).
 
Dia menyebut dari data posko pengaduan harga TBS APKASINDO di 22 provinsi, diketahui harga TBS swadaya mencapai Rp 1.116/kg  dan petani bermitra sudah pecah dua ribu menjadi Rp.1.700/kg.
 
"Harga ini 28-65% dibawah harga penetapan Dinas Perkebunan di 22 Provinsi Sawit APKASINDO," katanya. Untuk itu, politisi Demokrat itu mendesak pemerintah harus mencabut atau mengurangi beban di hilir karena beban di hilir, yang menanggungnya adalah hulu yakni petani
 
Tidak ada pilihan lagi. Konkritnya, segera cabut itu DMO/DPO dan FO, pasti ekspor langsung lancar, hanya itu obatnya," tegas Achmad.
 
Achmad juga mendesak pemerintah supaya berhenti 'bersandiwara' dengan krisis minyak goreng. Menurut dia itu masalah sederhana namun sengaja digoreng dengan tujuan tertentu.
 
"Sejak awal kebijakan larangan ekspor CPO dan turunannya sudah saya prediksi akan menimbulkan malapetaka, dan benar adanya. Presiden tidak mampu memadamkan api yang dipicunya," katanya. Maka, langkah kongkritnya jika ingin menyelesaikan masalah ini adalah maka cabut DMO, DPO dan FO agar harga TBS petani stabil lagi, sebut Achmad.
 
Karena dari simulasi sederhana ini dapat dikatakan bahwa sesungguhnya petani sawit lah yang menanggung semua beban-beban tersebut," pungkasnya.**

Berita Lainnya

Index