Sri Wati, Pejuang Keluarga yang Tak Kenal Lelah

Sri Wati, Pejuang Keluarga yang Tak Kenal Lelah
Sri Wati saat membenahi kebun jagung di belakang rumahnya (foto: Nur)

iniriau.com, PEKANBARU - Teriknya matahari yang menerpa siang itu tidak menyurutkan langkah Sri Wati janda beranak tiga warga Kelurahan Sidomulyo Barat Kecamatan Tuah Madani ini untuk mencangkul di ladang tempatnya mengais rejeki. Dengan pasti ia mengayunkan cangkulnya untuk menanam beraneka tanaman di tanah yang dipinjamkan oleh seorang kenalan padanya. Dengan hasil ladang itulah Sri Wati berjuang menghidupi tiga orang anaknya.

Tidak ada kata lelah bagi wanita kelahiran Pati Jawa Tengah ini. Entah hujan atau terik matahari, tidak menyurutkan langkahnya untuk bertani. Ia menanam berbagai macam tanaman. Mulai dari jagung, timun hingga ubi. Baginya yang penting mendapatkan uang untuk membiayai hidupnya bersama tiga orang anaknya.

Tangan dingin wanita kelahiran 1972 ini selalu membuahkan hasil bagus. Hasil kebunnya jarang yang gagal. Bahkan berkat kegigihannya, ia bisa menyekolahkan anaknya yang pertama hingga perguruan tinggi dan saat ini sudah bekerja dan berumah tangga. Tidak memiliki suami tidak membuatnya cengeng dan mudah mengeluh. Selain bisa menyekolahkan anaknya, Sri Wati juga sudah memiliki rumah sendiri yang dibangun dengan hasil usahanya bertani.

Sri Wati mengaku hal yang membuatkan semangat mengarungi hidup yang keras adalah anak-anaknya. Karena baginya harta yang paling berharga adalah anak-anak yang telah diberikan yang maha kuasa padanya.

"Yang membuat saya semangat bekerja itu ya anak-anak. Saya harus berjuang agar anak saya bisa hidup layak seperti halnya anak-anak lain," ujar Sri Wati, pada iniriau.com, Selasa (28/6/2022).

Sri Wati mengaku, awalnya ia merantau bersama dengan mantan suaminya tahun 2000 lalu. Namun karena berbagai masalah rumah tangga, ia dan suaminya bercerai. Akan tetapi hal itu tidak membuatnya menghiba minta dikasihani. Ia yerus berjuang. Semua pekerjaan dilakukannya sendiri. Mulai dari mengurus rumah, memasak, menyuci, dan menghadang teriknya matahari di ladang untuk menghasilkan uang agar kebutuhan anak-anaknya terpenuhi.

" Dulu waktu ada suami, saya juga tetap berjuang sendiri. Suami tidak banyak membantu. Jadi saat ditinggal, saya sudah terbiasa, berjuang dengan bertani yang merupakan pekerjaan kasar, yang kebanyakan dilakukan oleh laki-laki. Tapi saya ikhlas, yang penting anak saya hidup layak," ujarnya dengan mata menerawang.

Sri Wati pun melanjutkan pekerjaannya mencangkul membenahi tanaman jagungnya yang terlihat tumbuh subur. Ia dengan pasti melangkah mencari rejeki di muka bumi untuk keluarganya.**


 

Berita Lainnya

Index