Anak Perusahaan Astra Agro Lestari Group di Rohul Diduga Rusak Lingkungan dan UU DAS

Anak Perusahaan Astra Agro Lestari Group di Rohul Diduga Rusak Lingkungan dan UU DAS
Lokasi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kecamatan Kunto Darussalam yang diduga ditanami sawit oleh PT EDI (foto: istimewa)

iniriau.com, ROHUL - PT Ekadura Indonesia (EDI) perusahaan yang bergerak di sektor kebun sawit, anak perusahaan Astra Agro Lestari Group menanami kelapa sawit di sepanjang pinggiran Daerah Aliran Sungai(DAS) atau bibir sungai di Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu. Hal ini diduga  melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Lingkungan Hidup dan Undang Undang DAS.

Penanaman kelapa sawit di DAS di Kecamatan Kuntodarussalam yang dilakukan PT EDI diduga sudah lama dilakukan. Berdasarkan penelusuran beberapa awak media di lapangan, Selasa 25/6/2024. Tampak kelapa sawit ada yang sudah besar dan ada yang baru replanting.

Meski sudah berlangsung lama, namun instansi terkait di wilayah tersebut terkesan membiarkan. Menanggapi hal itu Ketua LSM Komunitas Peduli Hukum dan Penyelamatan Lingkungan (KPHPL) Jamson SP  mengatakan, apa yang dilakukan PT EDI melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 Tentang (DAS). Karena itu  PT Ekadura Indonesia (EDI)tersebut bisa dikenakan sanksi .

"Bila pihak perusahaan tersebut tidak melakukan penghijauan kembali Daerah Aliran Sungai (DAS) maka kami akan membuat Somasi terhadap perusahaan tersebut. Kami juga akan melaporkan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Sungai, bagi Perusahaan yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut tidak dapat dipidana tapi cuma diberikan sanksi Administrasi," tegas Jamson SP.

Jamson SP menjelaskan, Perusahaan yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah. Seperti menanami pohon sawit di sepanjang aliran sungai tidak sesuai dengan Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Sungai dapat dipidana dengan Pasal 42 ayat ( 1 ) Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (Tiga) Tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)," jelasnya.

Masih Jamson ketua KPHPL, kenapa tanaman sawit dilarang ditanam di sepanjang aliran sungai? Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit yang berakar serabut, sangat rakus dengan air.

Maka dari itu, kata Jamson, setiap tanaman sawit yang tumbuh di aliran sungai sangat subur, jauh berbeda dengan tanaman lainnya yang berakar tunjang yang sifatnya menahan air dan saat musim kemarau dapat menyimpan air yang dapat berguna bagi lingkungan sekitarnya, bahkan menahan permukaan tanah dari longsor.

Dalam penerapan Pasal 42 ayat ( 1 ) UU Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup kepada Perusahaan yang telah melakukan perbuatan tindak pidana, harus dapat kita buktikan dengan adanya kerusakan lingkungan di daerah tersebut.

Untuk membuktikan kerusakan lingkungan akibat penanaman pohon sawit di tepi aliran sungai tidak susah, sebab telah banyak referensi yang kita pakai dari hasil penelitian mahasiswa Fakultas Kehutanan dan Lingkungan yang ada di seluruh Indonesia.

"Dinas Lingkungan Hidup pada daerah dimana ada ditemukan Perbuatan Pidana Perusakan Lingkungan harus dapat bertindak tegas, tidak hanya dapat memberikan wacana atau peringatan." Tegas Jamson.

Efek dari perbuatan pidana perusahaan tersebut, sangat berpengaruh kepada generasi penerus. Manusia dan Lingkungan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, khususnya di lokasi perkebunan.

Ketua KPHPL ini menekankan, pihak perusahaan wajib menghijaukan Daerah Aliran Sungai (Das). Kalau tidak, dipastikan bermasalah, sebab RSPO ada yang wajib ditaati.

" Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dengan terjadinya penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai(DAS) yang dicirikan dengan terjadinya banjir, tanah longsor, erosi, sedimentasi dan kekeringan, yang dapat mengakibatkan terganggunya perekonomian dan tata kehidupan masyarakat".terang Jamson.

Sementara itu, C.H. Agung Nugroho. STP  Kepala Dinas Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu menjelaskan, bahwa setiap Perusahaan telah mempunyai dokumen Amdal/UKL-UPL, harusnya perusahaan dalam melakukan kegiatan sesuai dokumen  tersebut untuk di patuhi dan ditaati.

"Kita dari Disnakbun akan berkoordinasi dengan DLH dalam hal ini untuk turun ke lapangan secara terpadu," ujar Agung Nugroho.

Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Rokan Hulu,Suparno S.Hut.MM,melalui Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup (P2KLH), T Omar Krishna A. ST.MM, mengatakan hal yang sama. Pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak pihak terkait. Seperti Balai Wilayah Sungai Provinsi Riau untuk menentukan apakah wilayah yang dimaksud termasuk sepadan sungai atau Daerah Aliran Sungai (DAS).

"Apabila terbukti lokasi tersebut di sepadan sungai tentunya langkah yang diambil selanjutnya adalah kita akan melaporkan hal ini kepada pimpinan serta melakukan koordinasi dengan Dinas lainnya untuk mengambil kebijakan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Edi. Kebijakan yang diambil tentunya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tegas Omar.

Ketentuan yang berlaku tersebut  lebih mengarah kepada UU no 32 th 2009 tentang  Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah (PP) no 38 tahun 2011 tentang Sungai. Sementara pihak PT EDI melalui Community Development Officer (CDO) PT Ekadura Indonesia (EDI), Ginanjar Maolid masih bungkam  
hingga berita ini diterbitkan masih bungkam.**

#Pemerintahan

Index

Berita Lainnya

Index