Pekanbaru, iniriau.com-Pasca terjadinya kasus bullying dan aksi kekerasan terhadap siswa SMPN 38 Pekanbaru, anak lelaki berinisial MFA (14), Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, menginisiasi untuk dibentuknya Satgas Anti Bullying di setiap sekolah.
"Jadi begitu ada tanda-tanda anak dibully, secara psikologis saja, misalnya diejek, diasingkan, bisa segera melapor. Satgas bisa bertindak cepat untuk mengingatkan para pelaku, supaya tidak melanjutkan perbuatannya," sebut Kak Seto, panggilan akrabnya, Selasa (12/11/2019) malam.
Selain bullying, pembentukan Satgas semacam ini tentunya bisa mengantisipasi terjadinya aksi kekerasan secara fisik.
Yang bisa sangat berbahaya untuk keselamatan dan kesehatan anak.
"Semoga pasca kejadian ini, bisa jadi momentum bagi Kota Pekanbaru dan juga Provinsi Riau, agar sekolah-sekolahnya bisa bebas bullying," ungkapnya.
Terkait kasus yang menimpa MFA sendiri, Kak Seto berencana akan melaporkannya ke Menteri Pendidikan.
Dimana perlu adanya semacam pelatihan kepada para guru.
"Bahwa para guru masih banyak yang belum memahami amanat Undang-Undang Perlindungan Anak. Jadi terkadang terjadi pembiaran, bahkan ikut melakukan kekerasan. Maka ini harus jadi komitmen bersama," ungkapnya.
Disinggung soal pelaku penganiayaan yang juga masih dibawah umur, Kak Seto menegaskan, mereka tetap harus mendapatkan sanksi.
Pastinya harus sesuai dengan aturan dan Undang-Undang yang berlaku.
"Tentunya sanksi yang mendidik, yang menyadarkan, membuat anak tidak mengulangi lagi. Jadi bukan sekedar balas dendam, tapi intinya tidak akan pernah kembali melakukan hal itu," tuturnya.
Kak Seto memaparkan, dalam kasus seperti ini, peranan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga sangat diperlukan.
Termasuk kepolisian, untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang menjadi korban, serta keluarga dan para saksi dari segala macam bentuk tekanan dan intimidasi.
"Untuk adik MFA, kami akan lakukan yang terbaik. Mudah-mudahan kami akan terus mendampingi kasus adik MFA demi kepentingan terbaiknya dan demi masa depannya," ucapnya.
"Artinya secara fisik dia sudah terkena, sampai hidungnya patah. Tapi secara psikis jangan lagi. Untuk itu kami terus membuat dia tetap semangat belajar, semangat mencapai cita-citanya menjadi anggota Polri. Mudah-mudahan bisa tercapai," lanjutnya.
Kasus seperti ini dipaparkan Kak Seto, hendaknya menjadi pengalaman berharga bagi semua pihak.
Supaya bisa lebih peduli akan hak perlindungan seorang anak.
"Akan kami bicarakan dengan Dinas Pendidikan. Harus ada kerjasama antar pihak sekolah, orangtua dan siswa sendiri," tandasnya. (irc/Tribunpekanbaru)