Pengadilan Tipikor Tunggu Kontra Memori Terdakwa

Selasa, 00 0000 | 00:00:00 WIB
Ilustrasi

PEKANBARU - Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru sedang menunggu kontra memori terdakwa kasus korupsi kebun K2I Mizwar Candra. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Jaksa penuntut mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung karena tak menerima vonis bebas yang diterima Mizwar Candra.

"Memori kasasi jaksa sudah kita terima, dan saat ini kita sedang menunggu kontra memori dari termohon atau terdakwa," ucap Panmud Tipikor PN Pekanbaru Deni Sembiring, Jum'at (21/4/17) siang.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syafril SH Zurwandi, SH dan Wilsa, SH. langsung menyatakan kasasi usai majelis hakim tipikor yang ketuai Raden Heru Kuntodewo, SH, menjatuhkan vonis bebas kepada Miswar Candra, Direktur Utama PT Gerbang Eka Palmina (GEP).

Otomatis, tuntutan hukuman yang dijatuhkan jaksa penuntut selama 14 tahun penjara kandas di tingkat pertama.

Tuntutan jaksa, Miswar Candra dituntut dengan pidana penjara selama 14 tahun, denda Rp 1 Miliar subsider 6 bulan. Selain itu, Miswar Chandra juga diwajibkan membayar kerugian negara sebesar Rp 26 miliar atau subsider 7 tahun kurungan.

Berdasarkan dakwaan jaksa, Miswar Chandra yang didakwa turut serta merugikan negara sebesar Rp28 miliar, pada pelaksanaan kegiatan program Pengentasan K2i pada 2006 hingga 2010 di Dinas Perkebunan (Disbun) Riau,

Miswar Candra, Dirut PT GEP yang merupakan rekanan di Dinas Perkebunan (Disbun) Riau pada program pengentasan kemiskinan melalui Kebun K2I.

Perbuatan terdakwa itu terdakwa tahun 2006 hingga 2010 lalu.Dimana Mizwar Chandra, selaku Dirut PT GEP secara bersama sama dengan Susilo, Kepala Disbun Riau (telah dihukum 6 tahun penjara), memperkaya diri sendiri maupun orang lain, yang menyebabkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp 28 Miliar.

Kasus ini berawal ketika Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Perkebunan menganggarkan dana program Pengentasan K2i pada 2006 hingga 2010 sebesar Rp217,3 miliar. Dana untuk pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit seluas 10.200 hektar di Riau.

Untuk pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit ini. PT GEP memenangkan tender selaku rekanan. Berdasarkan Perjanjian Kerjasama Kontrak Induk tanggal 15 Desember 2006, dilaksanakanlah pekerjaan dengan berpedoman kepada Term Of Reference (TOR). Pelaksanaan pengembangan perkebunan sawit dengan pola kemitraan usaha patungan berkelanjutan.

Pada 18 Desember 2006, dibuat perjanjian kerjasama tahunan (kontrak anak) antara pihak pertama dan kedua dengan nilai Rp45,5 miliar lebih. Uang muka dicairkan sebesar 20 persen atau Rp9,1 miliar lebih.

Selanjutnya tahun 2007, pekerjaan dilanjutkan dengan Surat Perjanjian Kerjasama Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan dan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Program K2i dengan nilai kontrak Rp73,2 miliar. Dalam pelaksanaannya, penanaman hanya dilakukan seluas 534 hektar.

Seharusnya sampai tahun 2007, penanamanan sudah seluruhnya yakni 10.200 hektar. Namun capaian fisik hanya 6,65 persen karena dana cair baru 20 persen dari nilai kontrak atau Rp14,6 miliar lebih.

Meski realisasi fisik tidak sesuai kontrak tapi tahun 2008, pembangunan dan pengembangan perkebunan kelapa sawit tetap dilanjutkan. Hal itu dikuatkan dengan surat perjanjian dengan nilai kontrak Rp39 miliar lebih.

Pada tahun 2007, kontraktor melaksanakan beberapa item pekerjaan yang tidak tertuang dalam kontrak dan agar dapat dilakukan pembayaran pekerjaan. Susilo selaku Pengguna Anggaran tahun 2008 menandatangani amandemen perjanjian kerjasama kontrak induk dan addendum yang bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.

Sampai berakhirnya tahun anggaran 2008, progres fisik pekerjaan 11,846 persen dengan jumlah lahan yang tertanam seluas 1.441 hektar. Namun Susilo tanpa meminta pertanggungjawaban uang muka yang sudah diterima PT GEP tahun 2006 dan 2007 sebesar Rp23,7 miliar lebih, justru mencairkan dana tahun 2008 sebesar Rp38,8 miliar sehingga uang yang diterima PT GEP Rp62,6 miliar lebih. Selanjutnya tahun 2009, PT GEP melanjutkan pembangunan tanpa ada kontrak. Akibat perbuatan itu negara dirugikan Rp28 miliar.

Untuk diketahui dalam perkara K2i ini, Susilo telah dijatuhi hukuman pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp300 juta subsider 4 bulan. Sementara uang pengganti kerugian negara sebesar Rp26 miliar dibebankan kepada Direktur PT Gerbang Eka Palmina (GEP), Miswar Chandra.



sumber: riauterkini.com

Terkini