HARI ketiga menjalani perawatan isolasi sebagai pasien Covid 19 di rumah sakit, saya mulai merasakan hidup ini terasa sangat sepi.
Di gang rumah sakit tidak terdengar langkah kaki manusia, kalaupun terdengar, adalah langkah kaki nakes. Itupun hanya dua-tiga jam sekali. Setelah itu hening, sulit untuk menghindar dari rasa takut dan khawatir.
Hal ini jauh berbeda saat saya dirawat ketika kecelakaan dulu. Suara-suara dan langkah kaki terdengar begitu sering, bahkan di jam-jam besuk, langkah kaki itu semakin sering dan menimbulkan sebuah harapan. Dan langkah-lamgkah itu selalu masuk ke ruangan kamar saya setiap hari. Apakah itu keluarga, kerabat, teman, hingga tetangga yang datang. Bahagianya saat dibezuk.
Tapi sejak bencana Covid 19 ini semuanya berubah, semua jadi berbeda. Pasien yang dirawat karena Covid-19 merasakan sebuah keterasingan. Nasibnya tak ubahnya seperti seorang tahanan politik, mungkin seperti saat Bung Karno diasingkan di Pulau Bangka. Bahkan ketika kita meninggalpun, tak ada sanak saudara yang mengiringi ke pemakaman. Pulang dalam sepi.
Oooh...inilah dahsyat-nya Covid-19...! Betapa kesepiannya jadi pasien covid. Semua orang harus tau itu. Dengan begitu tak ada lagi yang tak percaya covid, tak ada lagi yang abai menjalankan prokes. Ini juga pelajaran buat saya. Mengapa?
Karena seminggu sebelum saya terpapar covid, saya masih belum terlalu percaya adanya covid. Saya menyalahkan pemerintah yang terlalu lebay mengekspos covid.
Sy juga sempat merencanakan tema "Badai Covid" dalam program televisi yg saya bawakan di Riau Forum, untuk menanyakan banyak hal dalam penanganan covid.
Tapi kita hanya berencana, Allah yg menentukan. Saya terpapar Covid-19 sebelum sempat mengerjakan "Badai Covid". Dalam perenungan di rumah sakit saya berpikir,
Mungkin ini cara Allah mengingatkan saya, "Sebelum kamu bawakan dialognya, kamu harus kenal dulu Covid-19 dan betapa dahsyat efeknya bila saya, dan semua orang abai, apa lagi sampai tidak percaya."
Teguran juga buat saya, agar saat membawakan talkshow tidak mencecar pertanyaan-pertanyaan keras dan tajam pada Dinas Kesehatan, dan Tim Satgas Covid yang sudah bertungkus lumus menangani wabah jni, dan menyadarkan masyarakat agar selalu patuh protokol kesehatan.
Dari lt.3 Ruang Isolasi Rumah Sakit Hermina Pekanbaru, tempat saya merenung, saya sadar, ternyata inilah tujuan dan maksud prokes itu. Tak lain untuk melindungi saya, kamu dan kita semua dari virus corona.
Dulu boleh saja saya tidak patuh prokes, bahkan uni (kakak) dan mama saya selalu nyinyir mengingatkan agar saya pakai masker, tapi sering saya abaikan.
Terimakasih Tuhan, telah menegur saya dengan cara yang indah sehingga saya tidak sombong.
Untuk tim nakes, keluarga dan teman-teman yang telah mensupport saya hingga saya pulih dan kembali ke pangkuan keluarga, terimakasih untuk tanda cinta itu. Tak ada yang lebih berharga dari kata ini, sehat. **
Seperti dituturkan
Alseptri Ady, Pemred Riau TV kepada penulis.