PEKANBARU - Sidang perkara dugaan korupsi program pendidikan dasar (Diksar) Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bengkalis dengan terdakwa Najamuddin dan Sukardi, Selasa (12/9/17) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Agendanya mendengar keterangan ahli, yakni Bambang Widianto, SE dari LKPP dan Said Budiman, SE dari BPKP.
Bambang Widianto dalam keterangannya menegaskan, setiap program pengadaan barang dan jasa pemerintah harus punya kerangka acuan kegiatan (KAK) dan harga penentuan sendiri (HPS).
Selain itu, pegawai yang ditunjuk membuat dokumen lelang atau yang melelang proyek pengadaan barang dan jasa itu haruslah pegawai yang punya integritas dan punya sertifikasi pengadaan barang dan jasa.
Namun, dalam kasus program Diksar Satpol PP tidak demikian. Terdakwa Najamuddin memerintahkan pegawai honor untuk membuat dokumen. Selain itu, program ini juga tanpa KAK dan HPS. Padahal, dasar patokan pelelangan umum adalah HPS terhadap ruang lingkukp kegiatan KAK.
"Apabila mekanismenya menyimpang dari suatu produk merupakan perbuatan melawan hukum," tegas Bambang.
Selain itu, Bambang menegaskan, untuk pengadaan diatas Rp50 juta, pejabat pengadaan harus mensurvey dua penawar. Setelah dilakukan pengecekan diambil yang paling murah.
Namun, dalam program Diksar tidak demikian. Semuanya diatur oleh Pengguna Anggaran (terdakwa Najamuddin) selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja.
"Jika PA yang melakukan survey penawaran untuk mencari penawar yang rendah, ini tidak lazim. Sebab, sudah ada PPK," kata Bambang.
Selain itu, terhadap rekanan yg tak sanggup dalam kegiatan pengadaan, tidak boleh mengikuti proses pengadaan apalagi dimenangkan.
Disamping, sejak awal PA harus bertanggungjawab atas pemecahan kegiatan. Sedangkan dalam pelaksanaanya menjadi tanggungjawab PPK.
Sementara ahli dari BPKP, Said Budiman, SE, menjelaskan kepada Toni Irfan selaku majelis hakim yang memimpin persidangan, hasil penghitungan kerugian keuangan negara atas pemintaan penyidik Polres Bengkalis.
Selain itu, ahli juga meminta klasifikasi kepada terdakwa Najamuddin dan Sukardi atas pembayaran tidak sesuai dengan uang yang dicairkan.
Ini terjadi, karena pihak ketiga yang ditunjuk tidak kompeten dalam pengadaan. Kemudian dipakai perusahan lain dan diberi fee.
Menurut Said Budiman, hasil pemeriksaanya, negara dirugikan Rp148 juta.
Termasuk adanya pemberian fee kepada CV Ratu Sayang oleh Najamuddin, dan penyerahan uang Rp24 juta kepada Tarmizi kepala bidang di Satpol PP yang ditunjuk selaku PPTK kegiatan.
Terhadap keterangan saksi ahli, terdakwa Najamuddin dan Sukardi yang didampingi kuasa hukumnya H.Syahruddin, AB, SH, MH , Sirajul Munir, SH, MH, dan Yhovizar, hanya terdiam.
Usai mendengarkan keterangan ahli, Ketua majelis hakim yang memimpin sidang, Toni menunda sidang dan akan dilanjutkan Selasa depan. (Rudi)