Gawat! Anggaran Subsidi Pertalite Habis di Oktober

Kamis, 25 Agustus 2022 | 21:35:57 WIB
Ilustrasi-internet

iniriau.com, JAKARTA - Rencana pemerintah menaikan harga BBM jenis Pertalite terus mendapat penolakan. Diantaranya Anggota DPD-RI, Sanusi Rahaningmas meminta, pemerintah tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Mengingat kenaikan harga BBM Pertamax beberapa waktu lalu telah menimbulkan dampak yang signifikan di masyarakat.

"Terkait rencana pemerintah yang akan mencabut subsidi buat BBM, saya harap perlu dipertimbangkan," kata Sanusi dalam Rapat Kerja dengan Komite IV DPD RI di Kompleks DPD RI, Jakarta, Kamis (25/8).

Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan pemerintah tidak akan mencabut subsidi BBM. "Jadi kalau ngomong jangan dicabut subsidinya, wong duitnya Rp 500 triliun tidak dicabut Pak," katanya dalam kesempatan yang sama.

Sebaliknya yang dilakukan pemerintah sekarang mencari alternatif lain agar beban subsidi energi yang ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak semakin berat. Mengingat saat sebelumnya pemerintah telah meminta DPR untuk menambah anggaran kompensasi dan subsidi energi menjadi Rp 502,4 triliun dari semula hanya Rp 158 triliun.

Kala itu, Menteri Sri Mulyani mengatakan tambahan subsidi diberikan dengan asumsi harga minyak dunia (ICP) USD 100 per barel. Namun sepanjang Januari sampai Juli, harga minyak dunia rata-rata USD 105 per barel.

"Jadi ada beda USD 5 (per barel)," kata dia.

Walaupun selisihnya hanya USD 5, namun nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Hal ini menyebabkan biaya kompensasi dan subsidi energi yang harus dibayarkan pemerintah ke Pertamina jadi makin bengkak.

Selain harga minyak dunia yang terus meningkat, Menteri Sri Mulyani mengatakan pemerintah juga melakukan evaluasi terhadap volume konsumsi BBM bersubsidi. Pada Juni lalu, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama DPR telah menghitung konsumsi kuota BBM yang akan disubsidi.

Kala itu, diputuskan kuota untuk solar sebesar 15,1 juta kilo liter dengan nilai keekonomian Rp 13.950 per liter. Agar harganya tetap Rp 5.150 di tingkat konsumen, maka pemerintah mensubsidi hingga Rp 8.300 per liter.

Begitu juga dengan Pertalite, volume subsidi yang disepakati 23 juta kilo liter dengan subsidi Rp 6.800 per liter. Sehingga harganya di tingkat konsumen Rp 7.650 per liter.

Menteri Sri Mulyani mengatakan, jika pemerintah tetap harus membayar subsidi dengan jumlah yang sama, maka anggaran yang telah disediakan APBN hanya bisa bertahan sampai bulan Oktober. "Lah kalau ngikutin tren ini, bulan Oktober habis Pak kuota itu. Jadi subsidinya bukan dicabut yang Rp 500 triliun itu, (tapi memang) habis," kata dia.

Dia menambahkan konsumsi Solar bersubsidi per Juli 2022 sudah habis, yakni 15 juta kilo liter. Sedangkan untuk Pertalite sampai akhir Juli sudah menghabiskan 16,84 juta kilo liter.

"Artinya tiap bulan 2,4 juta kilo liter habis. Kalau ini diikutin, akhir September habis Pak untuk Pertalite," pungkasnya.

Sumber: Merdeka.com

Terkini