iniriau.com, Pekanbaru - Stadion Utama Riau yang terletak di kawasan Panam, Pekanbaru, kini menjadi saksi bisu bahwa perhelatan olahraga besar sekaliber PON pernah dihelat di Riau.
Saat itu, Stadion Utama Riau berdiri megah dan mewah dengan sejumlah fitur canggih yang melekat disana. Menjanjikan kenyamanan bagi pengguna stadion selama perhelatan olahraga PON XVIII Riau berlangsung.
Megah, mewah dan yang tidak kalah pentingnya, Stadion Utama Riau itu juga dibangun dengan anggaran mencapai Rp 1,2 trilliun.
Namun, itu satu dekade yang lalu. Ketika wartawan _iniriau.com_ *Astrid Lilisari* turun langsung melihat kondisi stadion kebanggan Riau itu, Kamis (17/4), kondisi fisiknya sangat menyedihkan.
Dari jalan ring road SM Amin, terlihat sejumlah huruf di gerbang utama stadion hilang tanpa jejak. Beberapa meter masuk terlihat sejumlah fasilitas yang rusak dan tidak terawat. WC dan kamar mandi tidak berfungsi. Bangku semen retak, bahkan ada yang pecah. Lampu-lampu penerangan beserta tiang dan kabel di taman stadion juga hilang entah kemana. Miris??? Iya!
Sebab, stadion dibangun menggunakan uang rakyat.
Lanjut terus kedalam stadion, semak belukar menutupi trotoar dan pembatas jalan. Tidak jelas lagi ujung trotoar. Perjalanan menyusuri stadion menyampaikan langkah kaki di Kamis siang itu ke venue sepatu roda. Lintasan sepatu roda tidak terawat, kawasan parkir dipenuhi tumbuhan ilalang dan semak belukar lainnya. Danau yang menjadi daya tarik stadion juga sudah seperti hutan, karena ditumbuhi tanaman liar.
Wartawan media ini akhirnya sampai di gedung utama, yakni lapangan s sepak bola, tempat berlangsungnya seremonial pembukaan dan penutupan PON XVIII Riau 2012 kala itu. Lalu, apa yang ditemukan di dalam stadion sepak bola itu?
Patung burung serindit yang membawa obor PON XVIII Riau terlihat kusam, bahkan tempat api obornya sudah terlepas dari tempat asalnya. Tempat api obornya tergeletak di samping patung burung serindit yang menjadi ikon PON Riau 2012.
Selain itu, atap stadion yang bisa dibuka tutup itu, tidak lagi berfungsi dengan baik. Warna bangku penonton yang cerah sudah pudar dimakan cuaca. Jam penunjuk waktu di stadion masih menunjukkan 14.30 WIB, mungkin sudah begitu sejak PON Riau usai.
Sejumlah pedagang yang berjualan di stadion menuturkan, kondisi stadion sudah 10 tahun lebih tidak ada perubahan.
"Ya, begini-begini saja kondisinya. Tidak terurus dan terbengkalai. Kakak sudah lihat kedalam kan, macam hutan rimba dan sepi," ujar salah seorang pedagang yang tak mau disebut namanya itu.
Masih terekam jelas, upaya keras Gubernur Riau kala itu, Rusli Zainal untuk membangun Stadion Utama Riau tersebut. Selain menelan triliunan rupiah, keberadaan Stadion Utama Riau ini diharapkan bisa menjadi venue bagi iven-iven kelas nasional dan internasional yang diselenggarakan di Riau.
Namun kini, hanya-hanya sisa-sisa kebanggaan yang ada. Stadion Utama Riau tak lagi bisa dibanggakan, karena tak menghasilkan apa-apa. Hanya mampu menghasilkan PAD puluhan juta. Itu tentu tak sebanding dengan biaya pembangunannya yang mencapai Rp1,2 triliun.
Dan kini, ia kini hanya jadi saksi bisu, mati dan menyedihkan kondisinya, dan jadi sarang tindakan kriminal dan asusila.**