Di PBB, Mahathir Protes Sanksi AS atas Iran

Di PBB, Mahathir Protes Sanksi AS atas Iran
Perdana Menteri Mahathir Mohamad


iniriau.com -- Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, mendesak dunia mengendalikan penerapan sanksi terhadap negara lain, seperti yang dijatuhkan Amerika Serikat atas Iran.

Mahathir melontarkan kritik ini langsung di hadapan para pemimpin yang hadir dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, pada Jumat (27/9).

Menurutnya, sanksi yang diterapkan tersebut tak hanya berpengaruh pada pihak sasaran, tapi juga negara lain.

"Kami tidak tahu di bawah hukum apa sanksi itu diterapkan. Tampaknya hanya menjadi keuntungan untuk yang kaya dan kuat," ujar Mahathir sebagaimana dikutip AFP.


Mahathir kemudian berkata, "Faktanya adalah ketika sanksi dijatuhkan ke satu negara, negara lain juga terkena sanksi. Malaysia dan banyak pihak lain kehilangan pasar besar ketika sanksi itu diterapkan atas Iran."

Saat ini, Iran memang sedang didera berbagai sanksi dari AS yang dijatuhkan setelah Washington menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2015 lalu, JCPOA.

Perjanjian yang diteken oleh negara anggota tetap DK PBB beserta Jerman itu mewajibkan Iran membatasi pengayaan uranium hingga 3,67 persen, jauh dari keperluan mengembangkan senjata nuklir yaitu 90 persen.

Sebagai timbal balik, negara Barat akan mencabut serangkaian sanksi terhadap Teheran.

Namun, di bawah komando Presiden Donald Trump, AS menarik diri secara sepihak dari perjanjian nuklir itu pada Mei 2018 lalu dan kembali menerapkan sanksi atas Iran.

Tak hanya itu, mereka juga menerapkan sanksi bagi negara-negara atau entitas yang menjalin hubungan dagang dengan Iran.

Iran pun geram dan mengancam bakal melanggar JCPOA jika pihak penandatangan lainnya tak membantu Teheran di tengah dera sanksi AS.

Merasa tak digubris, Iran kembali melanjutkan pengayaan uranium dan mengklaim sudah melewati batas 3,67 persen. Meski demikian, angka tersebut masih jauh dari yang dibutuhkan untuk mengembangkan senjata nuklir, yaitu 90 persen.(irc)

Berita Lainnya

Index