DPR Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Tanggapan Sri Mulyani

DPR Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Tanggapan Sri Mulyani
BPJS Kesehatan

Iniriau.com - Pemerintah telah menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan di awal tahun 2020. Kenaikan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 yang ditetapkan dan ditandatangani Presiden Jokowi pada 24 Oktober 2019.

Namun, kenaikan iuran tersebut ternyata tidak sepenuhnya disetujui oleh anggota DPR. Hal itu terungkap saat ada Rapat Gabungan antara DPR dengan pemerintah membahas permasalahan BPJS Kesehatan.

Tak heran selama rapat terjadi adu argumen atau penjelasan perihal alasan kenaikan iuran. Berikut rangkumannya:

Saling Bantah Sri Mulyani dan DPR

Saling bantah dan adu argumen terjadi antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan DPR terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Parlemen menilai kenaikan itu tidak sesuai kesepakatan rapat.

Ketua Komisi IX DPR, Felly Estelita Runtuwene, mengatakan bahwa berdasarkan kesepakatan rapat yang digelar 2 September 2019 antara pemerintah dan DPR, tidak ada keputusan iuran BPJS Kesehatan Naik.

Namun kenyataannya, pemerintah di awal tahun 2019 menaikkan iuran berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 yang ditetapkan dan ditandatangani Presiden Jokowi pada 24 Oktober 2019 lalu.

"Pertemuan di 2 September 2019 lalu ada keputusan di sana, cleansing data dulu baru ada kenaikan. Itu keputusan yang saya mau garis bawahi," kata Felly di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/2).

Felly menyayangkan pemerintah tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Apalagi kata Felly, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga hadir saat rapat tersebut. Kesepakatan tidak ada kenaikan iuran sebelum cleansing data juga disinggung langsung Ketua DPR Puan Maharani.

Sri Mulyani membantah Felly jika belum ada kesepakatan kenaikan iuran. Menurut dia, pemerintah sudah berupaya melakukan cleansing setelah rapat tersebut. Sehingga saat dirasa sudah selesai, maka iuran BPJS Kesehatan langsung dinaikkan.

"Data cleansing yang diartikan di situ sesuai temuan BPKP, di mana lebih dari 27,44 juta orang yang memiliki problem dari NIK ganda dan lain-lain itu yang sudah dibersihkan. Jadi dalam hal ini Kemensos sudah selesai membersihkan yang 27,44," ujarnya.

Meski begitu, Sri Mulyani mengakui saat ini masih ada masalah lagi terkait cleansing data BPJS Kesehatan. Ia memastikan pemerintah bakal menyelesaikan segala permasalahan yang ada.

Data Belum Cleansing, DPR Minta Iuran Tak Dinaikkan.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu tidak sepenuhnya disetujui oleh DPR. DPR meminta pemerintah tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

“Tentu saja kami berharap antara DPR dengan pemerintah bisa menyamakan persepsi bahwa ada keinginan dari DPR untuk kemudian tidak menaikkan iuran,” kata Ketua DPR Puan Maharani setelah rapat mengenai BPJS Kesehatan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/2).

Apalagi, kata Puan, sebenarnya sudah ada kesepakatan dari DPR dan pemerintah pada 2 September 2019 untuk tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan karena belum adanya cleansing data secara keseluruhan. Untuk itu, DPR meminta argumentasi dari pemerintah mengenai kondisi tersebut.

Puan mengungkapkan, pemerintah sudah berargumentasi cleansing data 27,44 juta jiwa sudah dilakukan sejak bulan November sampai Desember. Sehingga bisa menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Jumlah itu dirasa belum rampung.

Puan mengharapkan, pemerintah segera menyelesaikan cleansing data penerima BPJS Kesehatan. Menurutnya, pemerintah sudah mulai melakukan proses tersebut.

Sri Mulyani Ancam Tarik Kembali Dana Rp 13,5 T

Menteri Keuangan Sri Mulyani menanggapi soal banyaknya penolakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Padahal, kenaikan itu dilakukan untuk memperbaiki kinerja keuangan yang terus defisit.

Sri Mulyani meminta semua pihak, khususnya DPR melihat kenaikan tersebut secara menyeluruh, tidak hanya fokus pada nominal kenaikan iuran yang ditetapkan.
Kenaikan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 yang ditetapkan dan ditandatangani Jokowi pada 24 Oktober 2019 lalu.

Sri Mulyani menegaskan, Perpres tersebut tidak bisa dibatalkan begitu saja hanya karena ada keinginan pembatalan kenaikan tarif iuran.

"Kalau Bapak-bapak meminta Perpres ini dibatalkan artinya Menkeu yang sudah transfer Rp 13,5 triliun di 2019 lalu saya tarik kembali. Berarti BPJS dalam posisi bolong Rp 32 triliun. Kan itu yang harus kita lihatnya. Karena PBI, TNI, ASN kami sudah naikkan dari 2019,” ujar Sri Mulyani.

Selain itu, kata Sri Mulyani, dengan dibatalkannya kenaikan tersebut akan menjadi temuan BPK. Ia mengakui permasalahan ini memang tidak sederhana sehingga harus diselesaikan bersama dengan semua pihak terkait.

DPR Pesimistis BPJS Kesehatan Bisa Surplus

Sejak pertama kali berdiri, BPJS Kesehatan selalu mengalami defisit. Sehingga pemerintah harus menyuntikkan dana talangan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Kondisi itu mendapat sorotan dari Ketua DPR Puan Maharani. Puan sampai merasa tidak percaya jika ada kabar BPJS Kesehatan bakal segera surplus.

“Pasti sebentar lagi Bu Menkeu menerima laporan dari BPJS defisitnya naik lagi, jadi surplus yang mana Pak Fahmi (Dirut BPJS Kesehatan)? Saya juga bingung waktu dilaporkan bahwa akan ada surplus dari BPJS. Lima tahun saya ngurusin BPJS enggak pernah denger ada surplus, yang ada defisit terus,” kata Puan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2).

Sebelum menjadi Ketua DPR, Puan Maharani memang menjabat sebagai Menko PMK selama 5 tahun. Jabatan tersebut membuatnya harus bersinggungan langsung dengan kondisi yang dialami BPJS Kesehatan.

Sementara itu, defisit BPJS Kesehatan sampai akhir 2019 diperkirakan mencapai Rp 32 triliun. Sehingga pemerintah memutuskan salah satu solusinya ada kenaikan iuran BPJS Kesehatan di awal tahun 2020.

Untuk itu, Puan meminta permasalahan BPJS harus diselesaikan dengan oleh semua pihak terkait. Sebab, kata Puan, kondisi BPJS Kesehatan tidak bisa dijalankan sendiri-sendiri. **

Sumber: Kumparan

Berita Lainnya

Index