Iniriau.com - Inggris telah memesan 3,5 juta alat tes virus corona berbasis antibodi, yang dirancang untuk mengetahui apakah individu telah benar-benar terinfeksi oleh virus corona atau tidak. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang telah positif terpapar COVID-19 (penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2) mengatakan, tes ini akan menjadi "game changer".
Namun nyatanya, tes deteksi COVID-19 berbasis darah tidak memberikan banyak dampak dalam jangka pendek.
Hampir di seluruh dunia pada saat ini, semua pengujian COVID-19 didasarkan pada pencarian urutan genetik. Tes semacam itu memang membutuhkan usaha kompleks, mengambil sampel cairan dari hidung dan tenggorokan pasien (tes swab) oleh petugas kesehatan dan dikirim ke laboratorium khusus untuk dianalisis. Peralatan medisnya relatif sedikit secara global. Tes genetik ini juga hanya mendeteksi infeksi aktif.
Sebaliknya, tes antibodi langsung mendeteksi zat yang dibentuk dalam darah untuk memusnahkan bakteri atau virus. Zat ini konsisten diproduksi oleh tubuh manusia bahkan setelah virus corona dihilangkan.
Tes antibodi pun dapat mengungkapkan siapa yang telah terinfeksi, bahkan setelah mereka pulih. Deteksinya yang hanya membutuhkan setetes darah dapat memberikan hasil dalam 10 menit, dan bisa diproduksi secara massal dengan cepat serta murah. Itu mengapa tes ini sering disebut sebagai rapid test (tes cepat) karena mampu mengeluarkan hasilnya secara kilat.
Bagaimanapun, tes antibodi masih memiliki kekurangan. Keakuratannya belum bisa ditetapkan.
"Satu hal yang lebih buruk daripada tidak ada tes adalah hasil tes yang tidak akurat," tegas Chris Whitty, Kepala Penasihat Medis Inggris, seperti dikutip New Scientist.
Emily Adams dari Liverpool School of Tropical Medicine yang membantu menilai tes yang dikembangkan oleh Mologic, salah satu perusahaan pemasok alat tes antibodi di Inggris, juga mengakui sangat sulit untuk memastikan seberapa akurat hasil tes antibodi. Setidaknya, menurut Adams, perlu proses berbeda untuk mengukur hal ini.
Selain itu, kekurangan tes COVID-19 berbasis darah ialah "penundaan". Respons antibodi terhadap virus corona lebih mungkin tertunda ketimbang terhadap infeksi lain. Tes ini pun baru dapat digunakan pada hari 14 atau lebih setelah seseorang mengalami gejala.**
Sumber: Kumparan
