Pekanbaru, iniriau.com - Menjabat sebagai Kepala Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Sialang Bungkuk Pekanbaru pada 29 Desember lalu, Muhammad Lukman, punya cara tersendiri dalam merangkul warga binaan.
Pria kelahiran di Magelang 16 Mei 1977 silam itu, tak sungkan membuka diri, mengajak warga binaan duduk bersama di mesjid, ditaman Rutan disela istirahat untuk mendekatkan diri. Style ini tidak hanya dilakukannya saat menjadi Karutan Sialang Bungkuk yang masih seumur jagung.
Empat tahun menjabat Karutan di Bagan Siapi-api, dua tahun di Kota Dumai atau dua tahun juga Pondok Bambu Jakarta, juga sudah dipraktekannya. Dia mengibaratkatkan, hubungan bersama warga binaan ibarat satu keluarga. Sebagai kepala rumah tangga, tentu harus paham karakter anak-anaknya, agar tidak lagi terjerum dalam kesalaham sama.
"Saya membuka diri berbicang dengan warga binaan di mesjid, di taman. Gimana wak, sehat, sudah makan. Dan ini sudah saya lakukan. Alhamdulillah. mereka antusias. Ini salah satu upaya membangun emosional berama warga binaan," kata Lukman, dalam bincang-bincang, bersama awak media di Rutan Sialang Bungkuk, Jumat (8/1/21).
Pendekatan ini, menurut Lukman, akan terus dilakukannya. Pasalnya, dengan jumlah 1.530 warga binaan yang menghuni Rutan Sialang Bungkuk saat ini, sudah sangat over kapasitas dari ideal hanya diperuntukan 561 tahanan.
Kelebihan tiga kali lipat, dengan hanya diawasi petugas sebanyak 109 orang, sesuatu diluar akal sehat. Tetapi, jurus pendekatan membuka diri bersama warga binaan secara berkesinambungan, diharapkan akan mampu membangun hubungan moril.
Dengan begitu, warga binaan yang berlatar belakang suku, budaya dan daerah dengan karakter beragam, bukanlah suatu masalah. Hal ini pun menurut Lukman lagi, ditekankannya juga berlaku sama kepada anak buahnya di Rutan.
Sikap mengayomi, adalah tujuan utama. Karena itu, saat pertama diamanahkan menjabat sebagai orang nomor satu di Rutan Sialang Bungkuk, para stafnya diminta benar-benar memaknai tri dharma petugas pemasyarakatan.
"Saya waktu awal menjabat saya minta tri dharma ini dihapal, lalu saya suruh maju. Yang hapal, tentu ada reward. Ini dasar, tapi terpenting bagaimana mengaplikasikannya," ujar Lukman.
Dia juga mengaku, sering berdiskusi bersama stafnya yang punya kemampuan dibidang agama. Salah satunya, bagaimana sarana rumah ibadah seperti mesjid di Rutan, menjadi tempat warga binaan me-restart kesalahan yang telah dilakukan.
Bicara ketegasan, Lukman juga menyatakan tak akan segan memberikan panishmen untuk petugas nakal. Saat menjabat Karutan di Bagan Siapa-api, dua anak buahnya terpaksa diserahkan ke penegak hukum, setelah tak lagi mungkin dilakukan pembinaan.
Lukman pun sempat mengibaratkan, Rutan yang dipimpinnya sebuah tim sepak bola. Keberhasilan tanpa didukung jajarannya, tak mungkin berhasil, mewujudkan Rutan sebagai sarana pengemblengan.
Disisi lain, pengawasan berkesinambungan melakukan razia atas barang terlarang seperti benda tajam, handphone, narkoba di Rutan. Kegiatan cipta kondisi tersebut, pihaknya telah bersinergi dengan aparat kepolisian dan TNI.
"Apa yang telah dilakukan pendahulu kami tentu akan kami lanjutkan. Melakukan pengawasan hal-hal yang tidak dibenarkan di Rutan serta penguatan sinergutas dengan penegak hukum dan teman-teman media. Saya tak bisa berdiri sendiri, tanpa ada dukungan yang lain. Kita ini ibarat tim bola, kalau mau maju, harus menjadi tim solid. Kalau ada petugas yang berdiri miring-miring, ayo kita rangkul dulu. Karena dengan jumlah personil 109 orang, apa jalan luris semua, tak mingkin," papar Lukman.**