Eks Ketua PABBSI Bengkalis Berkicau, Mantan Bendahara KONI Kembali Diperiksa

 Eks Ketua PABBSI Bengkalis Berkicau, Mantan Bendahara KONI Kembali Diperiksa
Tersangka dugaan korupsi dana hibah KONI Bengkalis Dora Yandra (baju putih) saat dititipkan di Rutan Pekanbaru -istimewa

Iniriau.com, BENGKALIS-  Mantan Bendahara KONI Bengkalis 2019, Hera Tri Wahyuni kembali menjalani pemeriksaan tambahan di Kejari Bengkalis. Ia dimintai keterangan pada 17 Januari 2022 lalu, terkait "kicauan" mantan Ketua PABBSI Kabupaten Bengkalis Dora Yandra yang menyebutkan bahwa dirinya meminta fee Rp 5 juta.

Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis, Rakhmat Budiman saat dikonfirmasi media ini membenarkan dilakukan pemeriksaan tambahan terhadap mantan Bendahara KONI Hera Tri Wahyuni.

"Iya, dimintai keterangan tambahan," kata Rakhmat Budiman, Senin (31/1/22) siang, kemarin.

Dalam perkara dugaan korupsi dana hibah KONI Bengkalis tahun anggaran 2019 sebesar Rp 12 miliar. PABBSI mendapat kucuran dana hibah Rp 326.200.000,-. Anggaran tersebut dikucurkan dalam dua tahap. Pada tahap pertama Juni 2019 sebesar Rp 177 juta. Saat itu bendahara KONI dijabat Hera Tri Wahyuni. Sedangkan pada tahap dua Desember 2019 sebesar Rp 149.500.000,- saat itu bendahara dijabat Muhammad Asrul.

Dalam keterangan sebelumnya kepada penyidik, Hera  mengatakan, pada tahap pertama PABBSI menerima Rp 150.500.000,-. Perbedaan angka pencairan tahap pertama ini terus didalami penyidik. Dalam pemeriksaan tambahan tersebut, Hera yang diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dora Yandra, tetap dengan keterangan ynag diberikannya sebelumnya.

"Kalau berdasarkan cacatan pribadi saya PABBSI hanya menerima Rp 150.500.000,- sesuai SPJ yang saya terima. Keterangan saya sesuai SPJ saja,"  tegas Hera melalui telepon seluler, Rabu (2/2/22) sore.

Berhubung keterangan Hera tetap berdasarkan SPJ, akhirnya penyidik Pidsus Frengki Hutasoit menghubunhi Ketua KONI Darma Firdaus Sitompul agar memberikan klarifikasi, namun, yang bersangkutan tak datang.

"Di depan saya, pak Frengki menghubungi Ucok (Darma Firdaus Sitompul) agar datang memberikan penjelasan, tapi Ucok tak datang," tegas Hera.

Sedangkan pada pencairan tahap dua pada Desember 2019 sebesar Rp 149,5 juta, bendahara KONI Bengkalis sudah berganti dari Hera Tri Wahyuni kepada Muhammad Asrul, PNS di Bagian Umum Setdakab Bengkalis.

Selain itu, Hera juga membantah keterangan Dora, bahwa dirinya meminta fee Rp 5 juta saat pencairan. Menurut Hera, usai menerima dana tahap pertama, Dora memberinya uang Rp 1 juta yang diletakan diatas meja. Selain dirinya di ruangan itu juga ada Agus pengurus KONI. Uang yang diberikan Dora kemudian dicatat oleh Hera.

"Dia (Dora) juga mengaku kepada penyidik bahwa saya minta fee Rp 5 juta. Sama sekali saya tidak pernah minta. Usai menerima uang dia (Dora) memang meletakkan uang Rp 1 juta diatas meja kerja saya. Bukan saya minta. Saksinya ada, Agus. Dan uang tersebut saya catat. Catatan tersebut sudah disita penyidik," ujar Hera yang juga Ketua Persani Kabupaten Bengkalis.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Rabu 28 Juni 2021, Kejari Bengkalis saat itu Nanik Kushartanti menetapkan mantan Ketua Persatuan Angkat Besi, Berat dan Binaraga Seluruh Indonesia (PABBSI) Kabupaten Bengkalis, Dora Yandra sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi dana hibah KONI Bengkalis 2019.

Nanik Kushartanti menegaskan, Cabor PABBSI diduga membuat SPJ Fiktif Rp 226.846.371,00 dari Rp 326.200.000,00 dana yang diterima dari KONI tahun 2019.

"Tersangka dari Cabor PABBSI, saudara DY (Dora Yandra). Dugaan kerugian negaranya Rp 226,8 juta lebih," kata Nanik Kushartanti didampingi Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus), Kasi Barang Bukti (Ketua Tim Penyidik), Kepala Seksi Intelijen Isnan dan penyidik Putra kepada awak media.


Dijelaskan Nanik, pada tahun 2019 PABBSI mendapat anggaran Rp 326.200.000,-. Pada tahap pertama Juni 2019 Rp 177.000.000,- dan tahap kedua Desember 2019 Rp 149.200.000,- Diduga hanya sebagian kecil digunakan untuk pembinaan atlet. Sedang sisanya sebesar Rp 226,8 juta lebih diduga dipergunakan untuk kepentingan pribadi tersangka.

Dalam hal ini, tersangka membuat sendiri surat pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan anggaran yang diduga fiktif.

Tersangka membuat SPJ diduga fiktif itu dengan menggunakan laptop miliknya. Sebagai barang bukti dalam perkara dengan tersangka Dora Yandra, penyidik penyita SPJ dan laptop milik tersangka.


"Barang buktinya, ya dokumen SPJ dan laptop yang dipergunakan untuk membuat SPJ fiktif," kata Ketua Tim penyidik Doli Novaisal menambahkan.**

Berita Lainnya

Index