Thalita, Pejuang Cilik Melawan Penyakit Langka Diabetes Melitus Insulin Dependent

Thalita, Pejuang Cilik Melawan Penyakit Langka Diabetes Melitus Insulin Dependent
Thalita Nofesa Hendrik saat menjalani pengobatan. (foto:ist)

iniriau.com, PEKANBARU – Memasuki usia sebelas tahun, Thalita tumbuh sebagai gadis remaja yang ceria, cantik, cerdas serta enerjik. Ia ingin bisa melakukan segala sesuatunya secara mandiri.

Namun dibalik semua itu siapa sangka, ternyata Thalita didiagnosis menderita penyakit langka  yang bernama DM type 1 (Diabetes Melitus Insulin Dependent) sejak berusia sembilan tahun. Penyakit ini membuat Talitha bergantung pada insulin seumur hidupnya karena ketidakmampuan pankreasnya  untuk memproduksi cukup insulin, sehingga glukosa di dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel.

Ketika lahir pemilik nama lengkap Thalita Nofesa Hendrik itu tak jauh berbeda seperti kebanyakan bayi pada umumnya. Dokter  mengatakan tidak ada kelainan apapun di tubuh Thalita. Memasuki usia empat tahun, Thalita tumbuh menjadi anak yang cerdas dan memiliki kemauan yang keras untuk selalu mempelajari hal baru, sehingga membuat dirinya selalu menjadi juara kelas di sekolah.

Ayahanda Thalita Nofen Hendrik mengatakan, bahwa semuanya berubah ketika Thalita menginjak usia sembilan tahun.

“Semua berubah sejak dua tahun yang lalu. Ia didiagnosa mengidap DM tipe 1 dan harus menjalani perawatan di ruangan intensif care selama kurang lebih dua bulan karena mengalami KAD ( Ketoasidosis Diabetikum), dimana kadar glukosa yang terlalu tinggi (585 mgdl) di dalam darahnya membuat ia hilang kesadaran lalu koma selama 6 hari,” kata Nofen saat memberi keterangan.

Kondisi Thalita semakin memburuk akibat komplikasi, dampak dari DM tipe 1. Thalita bahkan divonis dokter tidak bisa melihat, gagal ginjal, lumpuh, bahkan kerusakan otak permanen.

“Dunia kami seketika runtuh saat itu, melihat malaikat kecil kami terbaring tak berdaya. Tapi sekali lagi dia membuktikan bahwa dirinya gigih dan memiliki kemauan yang tinggi, meskipun kini Thalita harus  menusuk ujung jemari kecilnya dengan jarum lancet untuk mengambil darah yang harus diperiksa menggunakan alat Glucometer setiap tiga jam sekali,” paparnya.

Tidak sedikit uang yang dikeluarkan Nofen selama hampir dua tahun berjuang demi kesembuhan putrinya. Untuk biaya berobat saja Nofen dan istrinya merogoh kocek sekitar Rp 98,4 juta pertahun atau sekitar Rp 8,2 juta perbulan.

Nofen pun merincikan besaran biaya pengobatan putrinya meliputi pembelian alat check darah, jarum, swab tissue, strip glucometer dan biaya lainnya sebesar Rp 4,5 juta perbulan.

“Biaya cek darah lengkap itu sekitar Rp 450- Rp 600 ribu per tiga bulan, kalau biaya cek sumsum tulang belakang Rp 1,7 – Rp 3 juta. Kemudian biaya vital organ screening Rp 7,7 – Rp 10 juta pertahunnya,” tuturnya.

Thalita merupakan satu dari sedikit orang pengidap penyakit langka yang mampu bertahan hidup lewat kegigihan pengobatan. Di Indonesia sendiri saat ini ada sekitar 1.346 anak yang menderita penyakit serupa. Semoga Thalita segera diberi kesembuhan dan tumbuh menjadi wanita normal yang sukses menggapai cita-citanya.**

Berita Lainnya

Index