Eks Kalaksa BPBD Siak Divonis 6 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Dana Bencana

Eks Kalaksa BPBD Siak Divonis 6 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Dana Bencana
Ilustrasi -net

iniriau.com, PEKANBARU - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru menjatuhkan vonis terhadap mantan Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Siak, Kaharuddin, pada Selasa (25/3). Majelis hakim yang diketuai Delta Tamtama menyatakan Kaharuddin terbukti bersalah dalam kasus korupsi dana bencana tahun anggaran 2022.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kaharuddin divonis enam tahun penjara dan dikenakan denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan subsidair tiga bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp829.816.063. Jika tidak dibayar, akan digantikan dengan hukuman penjara selama dua tahun enam bulan.

Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang sebelumnya meminta hukuman penjara selama tujuh tahun enam bulan, denda Rp300 juta subsidair enam bulan kurungan, serta uang pengganti dengan subsidair empat tahun penjara.

Kepastian vonis ini dikonfirmasi oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Siak, Muhammad Juriko Wibisono.

"Perkara korupsi BPBD Siak telah diputus oleh majelis hakim. Jaksa kami, Furqon Roy, hadir langsung dalam persidangan tersebut," ungkap Juriko.

Selain Kaharuddin, dua terdakwa lain juga dinyatakan bersalah. Alzukri, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Siak, dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan denda Rp75 juta subsidair dua bulan kurungan. Sementara itu, Budiman selaku Direktur CV Budi Dwika Karya, dipidana satu tahun enam bulan penjara dan denda sebesar Rp75 juta, juga dengan subsidair dua bulan kurungan.

Budiman turut dikenai pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp98.306.763. Dari jumlah tersebut, ia baru mengembalikan Rp15.800.000, dan sisanya Rp57.930.072 harus dibayar dalam waktu yang ditentukan. Jika tidak, ia akan menjalani tambahan hukuman penjara selama enam bulan.

Adapun vonis terhadap Alzukri dan Budiman juga lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa. Sebelumnya, JPU menuntut Alzukri lima tahun penjara dan denda Rp200 juta, serta uang pengganti dengan subsidair dua tahun enam bulan penjara. Sedangkan Budiman dituntut empat tahun enam bulan penjara, denda Rp200 juta, dan uang pengganti Rp73.730.072 dengan subsidair dua tahun tiga bulan penjara.

Kasus ini bermula pada periode Oktober hingga Desember 2022, saat BPBD Siak melakukan pengadaan perlengkapan dinas seperti handy talkie, sepatu lapangan, serta pakaian dan atribut PDL untuk anggota. Kaharuddin selaku Kalaksa memerintahkan Alzukri—yang tidak memiliki kewenangan sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)—untuk membeli langsung barang dari toko-toko di Pekanbaru.

Barang-barang tersebut kemudian dimasukkan secara rekayasa ke dalam etalase e-katalog milik CV Budi Dwika Karya, yang dikelola Budiman. Dengan metode ini, pengadaan seolah dilakukan melalui e-katalog resmi, padahal harga telah dimanipulasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Audit dari Inspektorat Kabupaten Siak menyatakan kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp1.109.844.681,39.

Saat ini, baik tim jaksa maupun para terdakwa masih mempertimbangkan langkah hukum berikutnya. “Kita dan para terdakwa masih pikir-pikir terhadap vonis yang dijatuhkan,” tutup Juriko.

#Hukrim

Index

Berita Lainnya

Index