iniriau.com, SIAK – Pemerintah Kabupaten Siak tengah menghadapi tekanan fiskal serius. APBD 2025 menunjukkan defisit sebesar Rp179,06 miliar, dengan total belanja daerah mencapai Rp3,13 triliun, sementara pendapatan hanya sebesar Rp2,95 triliun.
Di tengah situasi krusial ini, muncul sorotan tajam terhadap rencana pelelangan proyek-proyek berskala besar, terutama menjelang berakhirnya masa jabatan kepala daerah dan di tengah polemik sengketa hasil Pilkada.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau menilai, percepatan proyek tanpa menunggu kepemimpinan baru berisiko menciptakan ketidaksesuaian arah pembangunan dan pemborosan anggaran.
“Situasi sekarang sangat sensitif. Kita dalam masa peralihan, dan setiap kebijakan strategis seharusnya mencerminkan arah pembangunan lima tahun ke depan, bukan kepentingan jangka pendek,” ujar Taufik, Deputi Fitra Riau, kepada media, Selasa (8/4/2025).
Taufik mengingatkan, program pembangunan besar yang belum melalui proses lelang atau penandatanganan kontrak sebaiknya ditunda hingga kepala daerah baru resmi dilantik.
“Kita bukan melarang pembangunan, tapi ini soal kehati-hatian. Jangan sampai proyek besar berjalan tanpa keterlibatan pemimpin baru yang akan bertanggung jawab atas hasilnya nanti,” katanya.
Pemerintah diketahui mengalokasikan Rp1,134 triliun untuk belanja barang dan jasa, serta Rp524 miliar untuk belanja modal pada tahun 2025. Menurut Fitra, dua pos ini perlu dikaji ulang, karena sebagian besar anggaran dialokasikan untuk kegiatan rutin dan proyek infrastruktur.
“Harus ada penyisiran ulang. Mana program yang benar-benar menyentuh masyarakat, itu yang diprioritaskan. Bukan proyek fisik yang manfaatnya belum jelas,” tambah Taufik.
Fitra Riau juga merekomendasikan empat langkah strategis yang perlu segera dilakukan Pemkab Siak. Pertama tunda lelang proyek strategis hingga Bupati baru dilantik, terutama yang belum memiliki kontrak. Kedua
lakukan review menyeluruh terhadap APBD 2025, dengan melibatkan Bappeda dan TAPD secara aktif.
Ketiga selaraskan rancangan Awal RPJMD dengan visi dan misi kepala daerah terpilih untuk mencegah kebijakan yang tumpang tindih. Terakhir keempat dorong transparansi dan partisipasi publik, termasuk memberikan ruang bagi tim transisi dalam proses perencanaan anggaran.
“Transparansi bukan sekadar formalitas. Ini soal kepercayaan publik. Libatkan tim transisi, dan pastikan masyarakat tahu ke mana uang daerah diarahkan,” tegas Taufik.
Ia juga menyoroti bahwa dalam kondisi defisit, alokasi belanja sebaiknya mengutamakan kebutuhan mendesak seperti pembayaran gaji honorer dan tunjangan hari raya, bukan proyek-proyek besar yang belum tentu tepat sasaran.
“Kalau kita salah langkah sekarang, yang rugi nanti bukan elite politik, tapi rakyat Siak. Jadi mari jaga momentum ini agar transisi berjalan mulus dan anggaran digunakan dengan bijak,” tutupnya.**