Skandal TNTN, Dugaan Korupsi Surat Tanah Libatkan Oknum Aparat, Kejati Riau Turun Tangan

Skandal TNTN, Dugaan Korupsi Surat Tanah Libatkan Oknum Aparat, Kejati Riau Turun Tangan
Kejati Riau (foto: net)

iniriau.com, PEKANBARU – Penegakan hukum di kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau, mulai memasuki babak serius. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau kini menyelidiki dugaan korupsi dalam penerbitan dokumen pertanahan ilegal di kawasan tersebut, menyusul penyitaan lebih dari 81 ribu hektar lahan yang dikuasai secara tidak sah.

Lahan yang sejatinya diperuntukkan bagi pelestarian alam itu diketahui telah dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit oleh sejumlah pihak yang kini dalam proses penyelidikan. Penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM), Surat Keterangan Tanah (SKT), hingga dokumen kependudukan diduga kuat dipalsukan.

"Kami mendalami bagaimana proses legalitas tanah ini bisa keluar di atas kawasan konservasi. Tidak mungkin itu terjadi tanpa campur tangan kekuasaan," kata Zikrullah, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau, Senin (16/6/2025).

Zikrullah menambahkan, Kejari Pelalawan telah membuka penyelidikan awal terhadap penerbitan dokumen tanah di wilayah TNTN, sementara Kejati Riau mendukung dari sisi pengumpulan informasi dan pengamanan hukum.

Sementara itu, Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, juga menyebutkan bahwa penanganan kasus ini merupakan prioritas Kejati Riau, mengingat skala kerusakan dan kompleksitas aktor yang terlibat.

“Kami tidak hanya melihat dari sisi administrasi tanah, tapi juga potensi penyalahgunaan wewenang dan unsur gratifikasi dalam prosesnya. Ini yang sedang dikupas satu per satu,” ujar Harli saat diwawancarai secara terpisah.

Pernyataan lebih keras datang dari Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, yang sebelumnya menyebut bahwa keterlibatan aparat dalam proses penerbitan dokumen ilegal adalah bagian dari kejahatan terstruktur.

“Bukan hanya soal lahan, ini soal kepercayaan publik. Saat aparat ikut bermain dalam perusakan kawasan hutan, maka negara harus hadir secara tegas,” ucap Jaksa Agung dalam keterangannya pekan lalu.

Investigasi juga mengungkap bahwa mayoritas penggarap lahan bukanlah warga lokal. “Sebagian besar mereka berasal dari luar daerah, artinya ada jaringan yang merekrut dan mengatur proses masuknya mereka ke TNTN. Ini sedang kami bongkar,” imbuh seorang sumber penegak hukum yang enggan disebutkan namanya.

Kini, setelah lebih dari 81.793 hektar lahan disita, masyarakat yang menduduki kawasan tersebut diberikan waktu tiga bulan untuk meninggalkan lokasi secara sukarela. Upaya pemulihan ekosistem TNTN pun menjadi pekerjaan besar lintas instansi.**
 

#Hukrim

Index

Berita Lainnya

Index