iniriau.com, SIAK — Pertemuan antara Bupati Siak, Dr. Afni Zulkifli, dengan manajemen PT Seraya Sumber Lestari (SSL), salah satu pemasok kayu PT RAPP, berakhir panas dan tanpa kesepakatan. Pertemuan yang digagas Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Riau, Muller Tampubolon, semula dimaksudkan untuk mencari jalan keluar konflik lahan di Desa Tumang, namun justru berubah menjadi ajang saling sindir dan berujung deadlock.
Ketua Tim Fasilitasi Penyelesaian Konflik Hutan dan Tanah Kabupaten Siak, Anton Hidayat SH, yang turut hadir, menceritakan detik-detik perseteruan itu. Ia menyebut, sejak awal gelagat arogan sudah ditunjukkan utusan PT SSL bernama Paulina.
“Sejak awal tidak ada senyum atau sapaan hangat. Malah langsung melarang Bupati mendokumentasikan pertemuan. Bahasa tubuhnya bersedekap, nada bicaranya ketus. Padahal merekalah yang mengundang orang nomor satu di Siak, tempat mereka berbisnis,” kata Anton.
Menurut Anton, Bupati masih berusaha tenang dan menawarkan solusi damai. Afni meminta perusahaan mencari jalan tengah agar konflik panjang yang telah menyebabkan dua penghulu masuk penjara dan belasan warga jadi tersangka bisa segera berakhir. Bahkan, Bupati siap memfasilitasi negosiasi dengan masyarakat agar SSL mendapat tambahan areal 1.000–2.000 hektare tanpa konflik, serta meminta restorative justice bagi dua warga Tumang yang dinilai tidak terkait aksi anarkis.
Namun, usulan itu ditanggapi kasar. “Bukannya mempertimbangkan, Paulina malah membentak Bupati, menunjuk-nunjuk, dan menyebut kerugian serta trauma karyawan mereka. Ucapan seperti ‘Ibu tahu tidak kerugian kami?’ disampaikan dengan nada tinggi. Wajar kalau Ibu Bupati merasa terhina,” ujar Anton.
Situasi semakin panas ketika Bupati balik menegaskan penderitaan masyarakat Tumang akibat aktivitas perusahaan. “Tumang itu kampung tua kami, rusak sejak perusahaan Ibu ada!” kata Afni, seperti ditirukan Anton. Melihat tensi meninggi, Anton berusaha menghentikan pembicaraan, namun perwakilan SSL justru memukul meja lalu keluar ruangan sambil berkata, “Ya sudah tidak penting pertemuan ini.”
Sikap itu membuat Bupati Afni kecewa berat. Ia melayangkan protes kepada Muller selaku inisiator. “Bertahun-tahun saya memediasi konflik, baru kali ini ada petinggi perusahaan searogan ini,” ucap Afni seperti disampaikan Anton. Ia menilai marwah kepala daerah telah dilecehkan.
Anton pun mengutuk keras sikap Paulina. “Ini bentuk arogansi dan penghinaan terhadap simbol marwah masyarakat Siak. Mereka berbisnis di Siak, tapi tidak menghargai pemimpinnya. Wajar kalau pertemuan deadlock,” tegasnya. Pasca pertemuan, Bupati Afni menyatakan siap menyampaikan aspirasi masyarakat ke Kementerian Kehutanan, termasuk mengusulkan pencabutan izin PT SSL.
Tanggapan APHI dan PT SSL
Tak lama setelah video pernyataan Bupati Siak beredar di media sosial, APHI Riau memberi penjelasan. Dalam video berdurasi 4 menit 49 detik itu, Afni menegaskan pertemuan hanya bertahan sekitar 10 menit dan berakhir ricuh karena sikap petinggi PT SSL yang disebut arogan. Ia bahkan menyatakan akan memperjuangkan addendum hingga pencabutan izin PT SSL.

Menanggapi hal itu, Ketua APHI Riau Muller Tampubolon menjelaskan bahwa pertemuan tersebut sejatinya bertujuan mencari solusi konflik. “Pertemuan nonformal ini untuk membuka ruang dialog. Yang hadir bukan pemilik saham, melainkan salah satu manajemen SSL,” jelas Muller.
Ia menyebut, dalam pertemuan itu Bupati sempat menawarkan tambahan areal produksi hingga 2.000 hektare dan meminta SSL menyetujui restorative justice bagi warga yang diproses hukum. Namun, pihak PT SSL memilih menghormati proses hukum yang sudah berjalan dan mempercayakan pada aparat kepolisian.
Muller menambahkan, kerusakan akibat penyerangan kantor PT SSL beberapa waktu lalu cukup besar, bahkan menimbulkan trauma karyawan dan keluarga. “Bahkan ada satu manajer meninggal karena trauma dan tidak mendapat perawatan akibat klinik dibakar massa,” ungkapnya.
Menurutnya, pihak PT SSL merasa tidak mendapat kesempatan menyampaikan semua persoalan. “Pertemuan hanya sepuluh menit. Karena pembicaraan satu arah, Bupati menyatakan deadlock dan tidak perlu dilanjutkan. Maka manajemen SSL memilih meninggalkan ruangan. Tidak benar ada aksi saling bentak seperti yang diberitakan,” tegas Muller.
Konflik panjang antara PT SSL dan masyarakat Tumang terus menyisakan ketegangan. Setelah pertemuan ini gagal, langkah selanjutnya bergantung pada keputusan pemerintah pusat, apakah izin perusahaan tetap dilanjutkan, diubah, atau bahkan dicabut.**