JAKARTA - Krisis hakim menjadi salah satu aspirasi yang disampaikan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), saat bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Senin (27/3/17). Selain itu, RUU Jabatan Hakim juga menjadi pokok pembicaraan. Khususnya terkait usia pensiun hakim. Presiden pun setuju menambah jumlah hakim melalui rekrutmen tahun ini.
Hal itu disampaikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, usai mendampingi Presiden menerima perwakilan IKAHI. Presiden sepakat mengakhiri moratorium hakim yang sudah berlangsung selama tujuh tahun terakhir. Menteripan-RB juga sudah diminta untuk menindaklanjuti.
’’500-an lebih minimal untuk gelombang pertama ini,’’ terangnya.
Rekrutmen hakim baru itu akan dilakukan mulai tahun ini. Berkaitan dengan itu, pemerintah juga masih terus membahas RUU Jabatan Hakim. Yasonna mengakui, masih ada beberapa perbedaan pendapat, salah satunya mengenai umur. Ada usulan dari IKAHI agar tidak ada perubahan dalam aturan umur.
Namun, mengenai umur pensiun, pemerintah sudah sepakat antara 65-67 tahun. Hanya, tidak akan diterapkan langsung.
’’Ada interval. Kalau langsung (berlaku), nanti hakim agung banyak yang kosong,’’ lanjutnya. Termasuk untuk hakim pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi.
Pertemuan itu sendiri dihadiri setidaknya 10 perwakilan IKAHI. Termasuk di dalamnya Ketua Umum IKAHI yang juga menjadi juru bicara Mahkamah Agung (MA), Suhadi. Usai pertemuan, Suhadi menjelaskan bahwa tidak adanya rekrutmen selama tujuh tahun terakhir membuat jumlah hakim terus menyusut.
Sebab, di saat bersamaan sejumlah hakim pensiun sebagai dampak batasan usia di peraturan perundangan yang sudah ada. Akibatnya, tidak ada regenerasi dan terjadi kekurangan hakim.
’’Terutama di tingkat pertama dan banding,’’ terangnya.
Secara keseluruhan, dalam laporan tahunan MA, sedikitnya diperlukan 4.000 hakim baru untuk memenuhi keperluan ideal. Namun, yang mendesak untuk segera direkrut berjumlah 1.800 orang. Baik untuk peradilan umum, agama, maupun peradilan tata usaha negara. Para hakim itu bisa direkrut dalam sekali rekrutmen atau beberapa kali.
Pemekaran wilayah beberapa tahun belakangan juga berdampak pada keperluan hakim. Terlebih lagi setelah adanya Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemekaran wilayah yang jumlahnya mencapai 86 daerah otonomi baru. Pengadilan di daerah tersebut menurut Suhadi harus ada. Termasuk salah satunya di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.
“Pengadilan belum dapat melaksanakan Keppres tersebut antara lain karena kekurangan hakim,” ujar Suhadi.
Dia menyebutkan, jika di dalam satu pengadilan diperlukan 5 orang hakim yang terdiri dari hakim ketua, wakil dan tiga anggota, maka diperlukan 512 orang hakim mengacu pembentukan 86 daerah pemekaran.
Ditanya secara khusus soal pembentukan pengadilan baru termasuk untuk Kepulauan Meranti, Suhadi menyebutkan prosesnya akan langsung dilakukan begitu pemerintah menyelesaikan rekrutmen hakimnya.
Sebab, kata dia, mayoritas dari daerah baru telah mengajukan permohonan dan bahkan menyiapkan lahan untuk pembangunan gedung pengadilannya. Beberapa dari usulan itu sudah ada yang disurvei MA. Karena itu, kalau hakimnya sudah tersedia, prosesnya akan diprioritaskan pada daerah-daerah yang telah siap dari berbagai aspek. Selain hakim, ada kebutuhan panitera dan pegawai. Sementara di banyak daerah kekurangan PNS karena moratorum.
“Prioritas kami antara lain untuk pendirian pengadilan di 86 daerah itu. Prioritas dulu yang ada gedungnya,” tambah Suhadi.
Mengenai RUU Jabatan Hakim, Suhadi menyatakan para hakim yang tergabung dalam IKAHI sepakat menolak beberapa hal. Salah satunya tentang usia pensiun hakim. Dalam RUU tersebut, usia pensiun hakim agung dikurangi dari 70 menjadi 65 tahun. Hakim tinggi dari 67 menjadi 63 tahun. Sementara, hakim pertama turun dari 65 menjadi 60 tahun.
sumber: riaupos.co