iniriau.com, JAKARTA – Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin, kembali menunjukkan komitmennya terhadap perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Terbaru, DPD RI berhasil memfasilitasi pemulangan dua PMI non-prosedural asal Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat dari Turki.
Menanggapi hal tersebut, Senator Papua Barat, Filep Wamafma, menilai bahwa kasus ini menggambarkan urgensi penanganan menyeluruh terhadap persoalan PMI, terutama yang berangkat melalui jalur non-prosedural.
“Masalah PMI ini sangat krusial. Kasus di Turki menunjukkan bahwa praktik pengiriman non-prosedural masih marak dan mengancam keselamatan warga negara kita,” ujar Filep kepada media, Jumat (16/5/2025).
Filep juga menyinggung kasus serupa di Tanjung Acang, Batam, Kepri, di mana 16 PMI non-prosedural ditelantarkan di tengah laut oleh sindikat perdagangan manusia. Menurutnya, ini menjadi bukti nyata adanya mafia penyelundupan tenaga kerja.
Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2023 mencatat bahwa hanya 65,6% PMI yang berangkat menggunakan visa kerja secara resmi, sementara 34,4% sisanya masuk melalui jalur tidak resmi. Filep mengingatkan bahwa jalur ilegal ini kerap menimbulkan berbagai persoalan hukum dan sosial di negara tujuan.
Lebih lanjut, ia mengutip data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang mencatat 71.392 penempatan PMI pada kuartal I 2025, dengan target 425 ribu penempatan di akhir tahun. Namun, 481 aduan tercatat pada periode yang sama, mulai dari keinginan pulang, gaji tak dibayar, hingga kasus kematian dan kekerasan.
“PMI bukan sekadar penyumbang devisa. Perlindungan terhadap hak-hak mereka harus menjadi prioritas. Jangan hanya mengejar capaian ekonomi dan mengabaikan nyawa dan nasib mereka di luar negeri,” tegasnya.
Filep pun mengajukan lima rekomendasi strategis yaitu revisi UU No. 18 Tahun 2017 tentang PMI agar lebih menekankan aspek perlindungan HAM dan hukum, bukan semata devisa negara.Penguatan koordinasi pusat dan daerah dalam verifikasi data dan pendampingan PMI.
Kerja sama bilateral dengan negara tujuan, khususnya dalam kontrak kerja, penggajian, dan jaminan sosial. Penataan sistem migrasi tenaga kerja nasional yang lebih transparan dan terintegrasi.
Penegakan hukum tegas terhadap sindikat perekrut ilegal serta penyederhanaan birokrasi dan sosialisasi rutin kepada calon PMI.
“Negara harus hadir sepenuhnya dalam melindungi warga negaranya. Ini bukan sekadar soal ekonomi, tapi tentang hak hidup dan martabat manusia,” tutup Filep yang juga Ketua IKA Unhas Papua Barat.**