Jakarta - 29 April lalu, para relawan pendukung Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin membuka sayembara berhadiah Rp 100 miliar bagi yang bisa membuktikan adanya kecurangan terstruktur sistematis dan masif (TSM) di Pemilu 2019. Mereka menantang kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk mengikuti sayembara itu. Namun hingga kini belum ada kubu Prabowo yang mantap menjawab tantangan sayembara itu.
"Sampai hari ini tidak ada Pihak 02 yang serius menghubungi dengan maksud mengklaim kepada kami bisa membuktikan angka
kecurangan tersebut," demikian kata siaran pers koalisi relawan Jokowi-Ma'ruf, Sabtu (18/5/2019).
Siaran pers yang dibikin pada 17 Mei 2019 itu ditandatangani oleh tujuh relawan, yakni Anwar Husin dari Militan 34, Diki Candra dari Muslim Cyber Army-Jokowi, Manarul Hidayat dari Pengasuh Pondok Pesantren Al Mahbubiyah, Muhidin dari Jawara Dukung Jokowi, Harris Mardiansyah dari Sahabat Jokowi, Ali Nurdin Quraisy dari Panca Tunggal Banten, dan Ardli Primana dari Forum Kajian Fitnah Akhir Zaman.
Sayembara itu menjanjikan duit Rp 100 milar bagi yang bisa membuktikan bahwa pihak Jokowi-Ma'ruf melakukan kecurangan di Pemilu 2019 secara brutal dan TSM. Uang sayembara itu disebut berasal dari 17 pengusaha. Kini para relawan Jokowi masih tetap menunggu pihak pendukung Prabowo untuk ikut sayembara.
"Kami menyatakan, jika sampai tanggal 21 mei 2019, jam 12, masih tidak ada yang datang kepada kami, maka sayembara tersebut berakhir resmi (closed). Dan ini menjadi dasar mutlak bagi kami membuktikan tuduhkan dari pihak 02 itu hanya fitnah atau hoax saja. Dengan demikian secara simbolis dan nyata pemenang sejatinya adalah kami sendiri yang mewakli mayoritas hati rakyat yang sudah menentukan Pilihan kepada pasangan Jokowi-Maruf Amin," ujar mereka.
Bila memang tak ada yang berani ikut sayembara itu, maka pemenangnya adalah mereka sendiri. Mereka meminta agar kubu Prabowo-Sandiaga menghentikan provokasi tentang kecurangan TSM itu. Kecurangan TSM adalah tuduhan yang punya konsekuensi berat, yakni, pertama, sangat berdosa karena menyebarkan fitnah dan dosanya beranak-pinak melalui media sosial. Kedua, banyak rakyat yang terseret gelombang fitnah. Ketiga, banyak rakyat menjadi korban pelanggaran hukum haya karena terbawa emosi. Ketiga, dilarang membawa agama (Jihad, dll) yang berlandaskan fitnah.(irc/detik)