iniriau.com, Pekanbaru - Pengamat politik Universitas Riau, Saiman Pakpahan menilai, dinamika yang berkembang pasca pelantikan pejabat eselon III dan IV di lingkungan pemprov Riau beberapa waktu lalu, merupakan hal yang lumrah dalam sebuah mutasi jabatan. Lumrah karena mutasi selalu menjadi perhatian publik. Dan ketika itu terjadi, maka akan ada polarisasi yang terjadi, antara yang menerima dan menolak hasil mutasi.
"Kondisi ini tidak hanya terjadi di Pemprov Riau, tapi hampir di semua tingkatan pemerintahan di Indonesia. Seperti reshuffle kabinet pada level mentri, selalu menjadi issue menarik di ruang publik," ujar Saiman.
Terkait issue KKN dan politik dinasti yang menerpa Gubernur Riau, Saiman mengaku kurang sependapat. Karena dari aspek manapu kita melihat, unsurnya tidak terpenuhi. Secara kuantitas, jumlah anggota keluarga gubernur dan Sekda yang dilantik tidak sampai 5 orang dari ratusan ASN yang dilantik pada gelombang pertama. Secara kualitas dan syarat, mereka telah memenuhi kualifikasi untuk menduduki eselon yang tersedia dan sudah diverifikasi oleh pejabat yang berkompeten mengaturnya. Lantas apalagi yang ingin kita tinjau dan hebohkan?
"Menhadi persoalan apabila, mereka tidak memenuhi syarat dan kualifikasi, lalu dipaksakan duduk pada jabatan tertentu, itu baru melanggar aturan. Lagian mutasi adalah penyegaran biasa dalam sebuah birokrasi," papar Saiman.
Lebih jauh akademisi Fisipol Universitas Riau ini menjelaskan,
seluruh ASN yang dilantik sudah memperhatikan alasan administrasi dan peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang syarat promosi jabatan.
" Yang penting pelantikan itu tidak melanggar aturan, baik secara administrasi maupun aturan promosi jabatan yang semuanya sudah sesuai dengan undang undang yang berlaku," tekannya.
Saiman menambahkan, mutasi adalah otoritas gubernur sebagai pimpinan. Dan rotasi pejabat dipilih sesuai kebutuhan organisasi untuk membantu gubernur menjalankan roda pemerintahan. Jadi kalau Beliau memilih orang-orang yang dipercaya untuk membantunya, itu hal yang biasa dan sangat manusiawi.
Framing
Di sisi lain Saiman melihat issue mutasi sengaja di framming sedemikian rupa oleh pihak tertentu, untuk menyudutkan gubernur. Terutama issue soal Istri Gubernur yang disebut-sebut ikut dilantik. Padahal sang Istri bukanlah Aparatur Sipil Negara.
"Dan informasi menyesatkan soal itu sudah terlanjur beredar luas di ruang publik. Siapa yang bertanggungjawab soal itu?" tuturnya.
Saiman mengingatkan, jika ingin diskusi ini lebih komprehensif, sebaiknya juga melibatkan wakil gubernur sebagai pihak yang juga berpotensi ikut "menyelipkan" politik rekrutmen pada pelantikan yang lalu.
Saiman mengingatkan, semua pihak menghentikan pembahasan mutasi ini, jika tidak maka akan berpotensi menimbulkan ekses negatif terhadap Gubernur Syamsuar. Karena pemberitaan terkait issue mutasi ini telah dikonsumsi luas oleh publik melalui media lokal dan nasional.
"Kita tidak ingin persoalan ini makin berlarut-larut. Beri ruang kepada Pak Gubernur untuk menjalankan pemerintahan dengan baik. Biarkan Beliau bekerja dengan tenang dan fokus, jangan lagi diganggu oleh issue-issue pasaran seperti ini," akhir Saiman.(irc)