Iniriau.com, JAKARTA - Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mengharuskan perusahaan untuk menerapkan sistem bekerja dari rumah (work from home) untuk para pegawainya. Ini dilakukan untuk menekan penularan virus corona di lingkungan perkantoran.
Meski begitu, ada sejumlah sektor usaha yang diizinkan beroperasi, yakni kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi/teknologi, keuangan, logistik, hotel, konstruksi dan industri strategis. Namun, masih ada saja perusahaan di luar sektor pengecualian itu tetap beroperasi seperti biasa, bahkan tak menerapkan protokol kesehatan maupun menjaga jarak.
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo, mengingatkan seluruh perusahaan mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Doni menjamin pemerintah tak sungkan memberikan penegakan hukum bagi perusahaan yang tetap melanggar aturan PSBB.
Sanksi bagi pelanggar tercantum dalam Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Mereka yang tidak mematuhi kegiatan kekarantinaan kesehatan, termasuk PSBB, akan dipidana penjara paling lama 1 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.
"Kita ingatkan para pemilik (usaha), tolong juga pikirkan ini. Tanpa ada kesadaran, kesungguhan kita semua rasanya apa yang kita lakukan akan sulit," kata Doni.
"Langkah hukum adalah langkah terakhir. Jadi kesadaran kolektif, kesadaran kita semua, memperkerjakan karyawan di kondisi ini tentu pimpinannya tidak perhatikan kesehatan karyawan," tuturnya.
Saat ini, pemerintah akan mengawasi dan mendata perusahaan yang masih beroperasi. Menurut Doni, pendataan ini penting dilakukan untuk mempertimbangkan opsi memberhentikan moda transportasi massal seperti KRL.
"Kami upayakan sore ini (Minggu), ingin ketahui berapa banyak kantor-kantor yang besok masih pekerjakan karyawan dan sebagian besar karyawannya pakai KRL," tutur Doni.
Lima kepala daerah di Jawa Barat yang diinisiasi Ridwan Kamil sempat meminta Kemenhub untuk menghentikan sementara operasional KRL. Sebab, percuma saja Jabodetabek menerapkan PSBB jika masih terjadi kerumunan di stasiun maupun gerbong KRL.
Namun, Doni mengingatkan ada 8 sektor usaha yang masih diizinkan beroperasi. Jika KRL disetop, tentunya akan menyulitkan para karyawan yang mendapat prioritas bekerja di kantor.
"Kalau ini dilakukan, siapa yang tanggung jawab untuk siapkan transport buat karyawan yang kerja?" kata Doni.
"Ketika mereka tidak dapatkan transportasi dan mereka berebutan dengan angkutan umum lainnya akan terjadi sebuah proses penularan. Dan membiarkan orang berkumpul sama dengan menyebabkan masalah kesehatan dan itu bisa membuat seseorang terpapar dan sakit," imbuhnya.
Oleh karena itu, pemerintah akan mendata terlebih dahulu perkantoran yang masih mempekerjakan karyawan. Opsi itu dinilai lebih baik ketimbang langsung menghentikan KRL.**
Sumber: Kumparan
"Jadi, kebijakan menghentikan transportasi umum jangan dilakukan dulu. Yang penting hentikan dulu karyawannya kerja di kantor. Kalau ini bisa dilakukan kita bisa kurangi moda transportasi," kata Doni.
