iniriau.com, JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia (TNI) menepis tudingan adanya kepentingan politik di balik pengerahan personel ke kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di berbagai wilayah Indonesia. Langkah ini disebut sebagai bentuk implementasi kerja sama resmi antara TNI dan Kejaksaan yang telah tertuang dalam Nota Kesepahaman sejak April 2023.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, menegaskan bahwa kehadiran prajurit TNI di lingkungan kejaksaan semata-mata bertujuan untuk mendukung kebutuhan pengamanan, bukan intervensi hukum. Ia menjelaskan bahwa semua pengerahan dilakukan berdasarkan permintaan resmi dari pihak Kejaksaan.
“Ini murni pengamanan. Apa yang dibutuhkan oleh Kejaksaan, kami fasilitasi sesuai permintaan mereka, dan tidak akan melampaui fungsi kami sebagai TNI,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (14/5).
Dalam surat telegram Panglima TNI bertanggal 6 Mei 2025, diatur bahwa Kejati bisa meminta hingga satu Satuan Setingkat Peleton (SST) atau sekitar 30 personel, sementara Kejari bisa mendapat dukungan satu regu atau 10 personel. Namun Kristomei menekankan, pengerahan tersebut tidak bersifat wajib.
“Kalau tidak dibutuhkan, ya tidak ada pengerahan. Kami hanya membantu sesuai permintaan,” tambahnya.
Pihak Kejaksaan Agung, melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Harli Siregar, turut membenarkan kerja sama ini. Ia menyebut pengamanan dari TNI bertujuan menjaga kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan, termasuk di daerah-daerah.
Namun di sisi lain, kebijakan ini memicu kritik keras dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan. Mereka mendesak Panglima TNI untuk mencabut surat telegram tersebut, karena dinilai bertentangan dengan sejumlah aturan perundang-undangan. Menurut koalisi, peran TNI semestinya dibatasi pada urusan pertahanan negara, bukan tugas pengamanan instansi sipil.**