Terlibat Skandal PDNS, Kemkomdigi Copot Dua Pejabat Usai Jadi Tersangka

Terlibat Skandal PDNS, Kemkomdigi Copot Dua Pejabat Usai Jadi Tersangka
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid (foto:net)

iniriau.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) mengambil langkah tegas dengan memberhentikan dua pegawainya yang terlibat dalam dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Keputusan ini menyusul penetapan lima tersangka oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang terdiri dari dua pejabat kementerian dan tiga pelaku dari sektor swasta.

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyatakan bahwa pemberhentian tersebut merupakan bentuk penghormatan terhadap proses hukum serta bagian dari komitmen kementeriannya untuk menjaga integritas dalam tata kelola proyek strategis nasional.

“Ini adalah momentum untuk membenahi sistem dari dalam. Tidak boleh ada ruang bagi praktik menyimpang dalam transformasi digital yang menjadi tulang punggung pelayanan publik ke depan,” ujarnya dalam konferensi pers pada Kamis (22/5).

Kemkomdigi juga akan membentuk tim evaluasi internal guna melakukan audit menyeluruh terhadap proyek dan sistem pengawasan internal. Meutya menegaskan bahwa kementeriannya tidak akan mentoleransi penyimpangan apa pun yang menghambat kemajuan digital Indonesia.

Dalam skandal ini, para tersangka diduga melakukan pengondisian lelang proyek PDNS sejak perencanaan dengan mengarahkan dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) pada perusahaan tertentu. Perusahaan tersebut kemudian dimenangkan dalam tender, namun pelaksanaan proyek dilakukan dengan mensubkontrakkan ke pihak lain yang tidak memenuhi spesifikasi teknis.

Kelima tersangka dalam kasus ini adalah Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aptika Kominfo (2016–2024), Bambang Dwi Anggono, Direktur Layanan Aptika Pemerintah (2019–2023), dan Nova Zanda, PPK proyek PDNS (2020–2024). Kemudian Alfi Asman, Direktur Bisnis PT Lintasarta (2014–2023) dan Pini Panggar Agustie, Account Manager PT Docotel Teknologi (2017–2021).

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, menjelaskan bahwa proyek ini menyimpang dari ketentuan Perpres No. 16 Tahun 2018 dan UU Keuangan Negara. Penyimpangan dilakukan untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui praktik suap antara oknum pejabat dan rekanan swasta.

Meutya menutup pernyataannya dengan penegasan: Reformasi tata kelola digital adalah keharusan mutlak. "Integritas adalah fondasi utama, dan kami tidak akan membiarkan satu kasus pun menghambat langkah Indonesia menuju kedaulatan digital," tutupnya.**

#Nasional

Index

Berita Lainnya

Index