Surat Terbuka Mahasiswa Khonghucu untuk Presiden Jokowi

Surat Terbuka Mahasiswa Khonghucu untuk Presiden Jokowi
Hari besar Keagamaan Imlek
PRESIDEN Joko Widodo tak pernah menghadiri perayaan Imlek Nasional. Awal tahun 2017 Jokowi sempat berjanji akan menghadiri perayaan Imlek Nasional tahun 2018. Janji disampaikan Jokowi kepada Pengurus Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) yang menemuinya di Istana Negara. Namun janji tinggallah janji. Jokowi tetap tidak menghadirinya.

Jokowi kerap menyampaikan ucapan selamat merayakan Imlek di akun media sosialnya. Kehadiran Jokowi pada perayaan Imlek selalu diwakilkan kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Terakhir, Menteri Lukman menghadiri perayaan Imlek nasional 2569 Kongzili dan Cap Go Meh 2018 yang diadakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur.

Seorang mahasiswa pemeluk Khonghucu asal Bogor, Jawa Barat, menyuarakan harapan Jokowi dapat hadir dalam perayaan Imlek Nasional tahun 2019. Mario menuliskan surat terbuka untuk Presiden Jokowi. Berikut isi lengkap surat terbuka Mario kepada Presiden Jokowi:

Yth. Bapak Presiden Joko Widodo
Beberapa waktu yang lalu mendapat informasi akan ada pihak yang mengadakan perayaan Imlek 2019 pada tanggal 7 Februari 2019 yang akan mengundang Bapak Presiden Joko Widodo untuk hadir dalam acara tersebut.

Sungguh meringis hati ini sebagai umat Khonghucu Indonesia `pinggiran’ yang sejak berlakunya Inpres No. 14 Tahun 67 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat baru merasakan angin segar semenjak (Alm) KH. Abdurrahman Wahid mencabutnya dengan Keppres tahun 2000.
Sedari itu presiden sebagai simbol Negara selalu ada bersama kami umat Khonghucu Indonesia, dalam hal ini Matakin, untuk bersama-sama melaksanakan Imlek Nasional 2551 Kongzi Li sampai dengan Imlek Nasional 2566 Kongzi Li. Setelah itu Bapak memutuskan tali kebiasaan Presiden sebagai simbol Negara menghadiri acara perayaan Imlek Nasional yang diadakan Matakin sampai dengan tahun kemarin 2569 Kongzi Li.
Sesungguhnya banyak dari kami yang begitu kecewa ketika kami mulai merasa tidak dianggap lagi. Namun hati ini menguatkan mungkin Bapak memiliki agenda penting lainnya yang lebih penting dari acara kami, termasuk acara nonton bareng Dilan yang mungkin lebih penting daripada menemui kami umat Khonghucu Indonesia.

Adalah naif ketika kita tidak memahami sejarah yang ada, betul Imlek itu universal, siapapun diundang dan berhak merayakannya. Tapi bagi kami umat Khonghucu Indonesia, Imlek merupakan tradisi keagamaan, yang didalamnya mengandung nilai-nilai sakral termasuk rentetan ritual upacara persembahyangan di dalam rangkaian peristiwa tersebut.

Saat Orde Baru dengan peluru Inpres 67-nya, kami berjuang walau tak diakui, kami tetap meyakini apa yang kami yakini, tetap menjalankan ritual persembahyangan yang kami yakini, ketika semua memusuhi Imlek pada waktu itu.

Saat semua memusuhi dan menjauhi Imlek, kami tetap ada bersama dengan keyakinan kami. Berjuang sampai keadilan datang. Perayaan Imlek di Indonesia sampai dengan munculnya Keppres No. 19 Tahun 2002 Tentang Hari Libur Nasional yang ditandatangani oleh Presiden ke-5 (Ibu Megawati Soekarnoputri) kemudian diteruskan oleh Presiden ke-6 (Bapak Susilo Bambang Yudhoyono), tentu saja erat kaitannya dengan faktor keyakinan/ keagamaan, bukan sekedar etnis. Jika didasari oleh faktor etnis (Tionghoa), tentu saja ini bisa menjadi bumerang bagi NKRI yang sampai begitu spesialnya mengistimewakan orang-orang Tionghoa. Bagaimana dengan etnis-etnis lainnya, bumerang bukan?

Kami tidak ingin memonopoli Imlek, namun kami hanya ingin Pemerintah menghargai kami sebagai umat Khonghucu Indonesia yang menganggap Imlek ialah Hari Raya Keagamaan, yang tersurat jelas dalam Kitab Suci kami, bukan sekedar soal etnis.

Hal itu dimulai oleh Pemerintah dengan meyakini kami untuk mendukung hak beragama kami lewat Perayaan Imlek Nasional yang diadakan oleh Matakin secara berkelanjutan, bukan organisasi yang lain.

Jika di kemudian hari ada yang ingin mengaburkan fakta sejarah yang ada dengan mengadakan `Imlek Tandingan’, dan Presiden ada bersama mereka, tentu saja ini amat sangat melukai hati kami umat Khonghucu Indonesia. Dan kembali lagi catatan sejarah yang amat kelam tentang sebuah keadilan beragama di Indonesia tercipta.

Kami hanya ingin Pemerintah berlaku adil dan sadar bahwa kami ada, kami yang hak-haknya diberangus sejak Orde Baru, kami yang minoritas ganda (Tionghoa dan Khonghucu), kami yang didiskriminasi di Tanah Air sendiri. Kami umat Khonghucu Indonesia.

Mohon hal ini menjadi perhatian besar Bapak Presiden, lebih besar daripada perhatian Bapak terhadap Film Dilan, karena ini menyangkut hak beragama dari kami umat Khonghucu yang lahir, besar, dan cinta Tanah Air Indonesia. (rml)

Berita Lainnya

Index