iniriau.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung RI resmi memanggil mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 9,9 triliun. Pemeriksaan dijadwalkan berlangsung Senin, 23 Juni 2025, pukul 09.00 WIB di Gedung Bundar, Jakarta Selatan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan bahwa pemeriksaan ini bertujuan untuk menggali lebih dalam peran pengawasan dan pengetahuan Nadiem terhadap proyek pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di masa jabatannya.
"Yang bersangkutan adalah pejabat tertinggi di kementerian saat program ini berjalan. Wajar jika kami ingin mengetahui bagaimana pengawasan dilakukan dan sejauh mana beliau mengetahui proses pengadaan tersebut," ujar Harli kepada wartawan, Jumat (20/6).
Dalam proses penyidikan, Kejagung juga telah menggeledah sejumlah lokasi yang berkaitan dengan kasus ini, termasuk apartemen dua staf khusus menteri, salah satunya di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.
Nadiem: Program Itu untuk Menjawab Krisis Pembelajaran
Merespons pemeriksaan tersebut, Nadiem sebelumnya menegaskan bahwa kebijakan pengadaan laptop dilakukan sebagai langkah darurat menghadapi tantangan pendidikan saat pandemi COVID-19 pada 2020.
"Saat itu, pembelajaran terancam lumpuh. Kita harus bergerak cepat untuk memastikan anak-anak tetap belajar meski dari rumah," kata Nadiem dalam konferensi pers pada 10 Juni lalu.
Ia menjelaskan, pengadaan lebih dari 1,1 juta laptop berikut modem dan proyektor ditujukan untuk mendukung 77 ribu sekolah di seluruh Indonesia, sebagai bagian dari strategi nasional mencegah learning loss dan mendukung transformasi digital pendidikan.
"Perangkat ini bukan hanya untuk pembelajaran jarak jauh, tapi juga bagian dari peningkatan kapasitas guru dan pelaksanaan asesmen nasional," tambahnya.
Hingga kini, penyidik belum mengumumkan siapa saja pihak lain yang akan dimintai keterangan. Namun, pemanggilan terhadap Nadiem Makarim menjadi babak baru dalam upaya membongkar dugaan penyimpangan dalam proyek strategis pendidikan nasional tersebut.**