Di Balik Gedung Mewah SDN 195 Tenayan Raya

Minim Fasilitas, Meja Kursi Sering Dicuri

Minim Fasilitas, Meja Kursi Sering Dicuri
BELAJAR: Murid kelas VI SDN 195 Tenayan Raya saat mengikuti proses belajar mengajar, Selasa (21/2/2017). (riaupos.co)

PEKANBARU - Mereka ibarat berlindung dimegahnya bangunan. Sementara bagian dalam masih belum memadai. Terlihat jelas saat Riau Pos menyusuri ruang demi ruang. Siang itu, Selasa (21/2/17), murid kelas IV yang tengah terobosan terlihat mengerjakan tugas dari guru mereka. Mata mereka menuju ke arah papan tulis yang disangga oleh dua kursi di kedua sudut bawahnya.

“Sejak awal dihuni 2016 lalu, memang seperti ini. Bangunannya memang bagus. Tapi belum siap 100 persen. Fasilitas sejauh ini masih kami akali sendiri. Mulai dari kekurangan kelas, meja kursi dan lainnya,’’ ungkap Wali Kelas VI  Rendy kepada wartawan.

Total ruang kelas hanya ada empat. Sementara rombongan belajar ada enam yang terdiri dari kelas 1 hingga kelas 6. Kondisi itu memaksa guru mengalah. Ruangan yang dipersiapkan untuk guru dan labor, disulap jadi dua ruang kelas tambahan untuk belajar kelas 3 dan kelas 4.

Ruang belajar yang jauh lebih nyaman dibanding saat sekolah di sekolah marjinal dulu bukannya tak luput dari masalah. Sekolah itu justru jadi sasaran si tangan panjang alias pencuri. Rendy bercerita bahwa beberapa waktu lalu, ruang kelas dan ruang guru kemasukan maling. Makanan guru lenyap, begitu pula bangku dan meja murid.

“Entah siapa yang tega melakukan itu. Sebelum dicuri saja, meja dan kursi itu kurang. Apalagi setelah dicuri. Itulah harta yang kami punya di sekolah ini. Karena hilang, terpaksa ada siswa yang duduk bersempit-sempitan,” lanjutnya.

Melirik ke belakang kantor, terlihat lapangan yang tak begitu luas. “Di situ biasanya siswa upacara,” ujar Rendy sambil menunjuk ke lapangan.

Uniknya, di lapangan itu tak terlihat ada tiang bendera. Sehingga, setiap kalinya upacara, siswa hanya membayangkan saja di tengah lapangan sang saka Merah Putih berkibar sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Dalam abdinya mengajar di sekolah baru tersebut, terselip banyak kecemasan di hati para guru. Pertama, mengenai keterbatasan fasilitas di sekolah. Mereka tak memiliki dana menambah fasilitas, termasuk untuk lakukan perawatan terhadap apa yang ada saat ini.

Sementara, jumlah siswa terus bertambah. Di awal dulu hanya ada 20 murid dari sekolah marjinal. Kini, totalnya sudah 90 murid. Sekolah sangat ingin menambah lagi jumlah murid. Terlebih gurunya mengharapkan biaya operasional dari honor komite. Namun, melihat jumlah kelas yang terbatas, kursi dan meja yang semakin berkurang, mereka menjadi ragu akan hal itu.

“Harapan kami tentu siswa bertambah. Terlebih animo masyarakat sekitar sini cukup tinggi untuk bersekolah. Bahkan mereka yang tinggal di dalam kebun kelapa sawit yang jaraknya 7 kilometer dari sini, semangat untuk bersekolah meski harus jalan kaki dan numpang mobil proyek. Namun, kalau fasilitasnya seperti ini, ibaratnya kita masih tidak siap. Karena fasilitasnya belum memadai,” pungkasnya.

Ia berharap, kedepan sekolah ini benar benar dapat perhatian penuh. Di samping itu, kesejahteraan gurunya juga harus lebih ditingkatkan lagi. Rendy dan keempat guru lainnya saat ini statusnya masih belum jelas. Mereka tak lagi masuk GTT Provinsi Riau. Namun juga belum terdaftar sebagai GTT Kota Pekanbaru. Sehingga terhitung Januari lalu mereka juga belum terima gaji.

Sementara itu, murid yang bernama Aci Kusmawati mengatakan bahwa dirinya bersama murid lain cukup nyaman di sekolah baru mereka. Dibanding sekolah marjinal yang dulu, sekolah yabg mereka tempati saat ini jauh lebih nyaman. “Dulu sekolah kami tanpa dinding. Sekarang sudah berdinding dan nyaman. Kami berharap bisa lebih nyaman lagi dan lengkap lagi fasilitasnya. Sehingga tak tertinggal dari sekolah-sekolah lainnya,” tutup siswa berkerudung putih itu.***

 


sumber: riaupos.co

Berita Lainnya

Index