Diskes Pelalawan Pastikan Obat Ranitidine Sudah Tidak Ada di Puskesmas dan RSUD

Diskes Pelalawan Pastikan Obat Ranitidine Sudah Tidak Ada di Puskesmas dan RSUD
Ilustrasi

Iniriau.com, PANGKALAN KERINCI - Polemik obat mengandung ranitidine di Riau, Dinas Kesehatan atau Diskes pastikan sudah tidak ada di Puskesmas dan RSUD.

Satu di antara Diskes yang sudah memastikan adalah Diskes Pelalawan, pascapenarikan obat ranitidine dari pasaran oleh Badan Pengawasan Obat-obatan dan Makanan (BPOM) beberapa hari yang lalu.

Ini bentuk respon langsung pemerintah daerah termasuk Kabupaten Pelalawan melalui Diskes.

Dinas Kesehatan (Diskes) Pelalawan langsung melakukan sosialisasi dan pemberitahuan kepada petugas medis serta unit pelayanan kesehatan yang berada dibawah koordinasinya.

Obat tukak lambung itu berbahaya jika dikonsumsi karena bisa memicu penyakit kanker bagi penggunanya.

"Setelah mendapatkan informasi itu, saya langsung sampaikan kepada semua jajaran kita. Agar tidak menggunakan obat itu lagi," kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Pelalawan, Asril M.Kes, kepada tribunpelalawan.com, Jumat (11/10/2019).

Asril mengakui jika sampai kini pihaknya belum menerima pemberitahuan tertulis dari BPOM terkait bahaya obat ranitidine tersebut.

Hanya saja langkah cepat perlu diambil secara internal di seluruh Poskes, Pustu, Puskesmas, hingga Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Selasih.

"Kalau Puskesmas hingga RSUD serta unit pelayanan kesehatan milik Pemda sudah tidak memakai obat itu lagi," tambahnya.

Sedangkan pemberitahuan ke apotik, toko obat, klinik dan rumah sakit swasta Diskes belum bisa berbuat banyak lantaran belum mengantongi surat resmi dari instansi terkait.

Jika pemberitahuan itu telah diterima, Diskes akan berkoordinasi dengan instansi lain seperti kepolisian dan BPOM daerah.

Untuk mencari cara agar bisa dilakukan sosialisasi dan penarikan.

"Jika langsung dilakukan penarikan, kita takut ada penolakan dan bahkan perlawanan seperti yang sudah-sudah. Makanya harus hati-hati juga," tandas Asril.

Direktur RSUD Selasih Pangkalan Kerinci, dr Zul Anwar menyatakan, pihaknya menghentikan penggunaan obat ranitidine setelah adanya pemberitahuan dari BPOM.

Namun hanya untuk merk Zantak dan Kimia Farma saja seperti yang disampaikan oleh BPOM.

Sedangkan ranitidine merk lain masih aman untuk dikonsumsi pasien yang membutuhkannya.

"Informasi yang saya dengar untuk (obat) dua merk itu dalam proses produksinya terpapar oleh zat tertentu yang diduga bisa memicu kanker. Makanya langsung kita hentikan sementara," tandas dr Zul Anwar.
Halaman selanjutnya

RSUD Selasih tetap memakai obat ranitidine dari merk lain yang masih aman untuk diberikan kepada pasien.

Penghentian sementara akan dilakukan hingga ada pemberitahuan lebih lanjut lagi atas hasil temuan tersebut.

Macam-macam Obat yang Mengandung Ranitidine

Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) menarik obat yang mengandung ranitidine yang disebut mengandung cemaran N-Nitrosodimethylamine (NDMA).

Mengutip situs resmi BPOM, Senin (7/10/2019), yang dilansir Kompas.com, ranitidine adalah obat yang digunakan untuk pengobatan gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus.

Informasi soal kandungan NDMA pada ranitidine awalnya disampaikan oleh US Food and Drug Administration (US FDA) serta European Medicine Agency (EMA).

Kedua lembaga tersebut sebelumnya mengeluarkan peringatan tentang adanya temuan cemaran NDMA dalam jumlah relatif kecil pada sampel produk yang mengandung bahan ranitidine.

NDMA merupakan turunan zat Nitrosamin yang dapat terbentuk secara alami. Menurut studi, ambang batas cemaran yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari (acceptable daily intake).

Dan bersifat karsinogenik atau dapat memicu kanker jika dikonsumsi melebihi ambang batas dalam jangka waktu yang lama.

Hasil studi inilah yang dijadikan dasar oleh BPOM untuk mengawal keamanan obat yang beredar di Indonesia.

Dengan demikian, hasil studi tersebut menjadi acuan bagi BPOM untuk memerintahkan industri farmasi pemegang izin edar produk untuk melakukan penarikan kembali (recall) seluruh bets produk dari peredaran.

Selain itu, industri farmasi juga diwajibkan untuk melakukan pengujian secara mandiri terhadap cemaran NDMA, serta menarik produk dengan sukarela apabila kandungan cemaran melebihi ambang batas yang diperbolehkan.

Kepada Kompas.com, Kepala NPOM, Penny K Lukita, mengatakan, pihak industri farmasi atau produsen obat harus melaporkan hasil penarikan ke BPOM.

Adapun tenggat waktu penarikan adalah selama 80 hari kerja.

Untuk menjaga kehati-hatian, Badan POM telah menerbitkan Informasi awal untuk Tenaga Profesional Kesehatan pada 17 September 2019 terkait keamanan produk ranitidin yang terkontaminasi NDMA.

Di Indonesia, ranitidine telah mendapatkan persetujuan sejak tahun 1989. Biasanya, ranitidine tersedia dalam bentuk tablet, sirup, maupun injeksi. (Tribunpekanbaru)

 

Berita Lainnya

Index