Iniriau.com, PEKANBARU - Alih kelola Blok Rokan dari Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke PT Pertamina (Persero) tinggal tiga bulan lagi atau pada Agustus 2021. Sayangnya, hingga kini belum ada kejelasan perusahaan yang akan mengoperasikan listriknya.
Selama puluhan tahun menguasai Blok Rokan, Chevron menggunakan listrik dari pembangkit yang dibangun PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) yang mayoritas sahamnya dimiliki Chevron Standard Limited (CSL) di Amerika Serikat.
PT PLN (Persero) sebenarnya sudah berkomitmen dengan Pertamina untuk memasok listrik ke Blok Rokan dalam jangka pendek dan panjang. Namun, karena pembangkit listrik di blok tersebut dipegang oleh CSL, persoalan inilah yang masih belum menemukan titik temu secara business to business dalam lelang.
Mendekati hengkangnya CPI dari Blok Rokan, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Fatar Yani, mengatakan yang menjadi objek utama transisi Blok Rokan adalah produksinya yang ditopang listrik.
"Bagaimana transisinya? Banyak opsi, untuk listrik harus tetap jalan. Siapa pun yang menjalankan (jadi operator listrik), harus jalan," kata dia dalam konferensi pers Kinerja Hulu Migas Kuartal I 2021 secara virtual, Senin (26/4).
Namun, jika dalam tiga bulan belum ada kesepakatan, Fatar mengatakan MCTN akan mengoperasikannya selama tiga tahun ke depan.
"Kalau tiga bulan belum terjadi alih kepemilikan daripada yang mengoperasikan si MCTN, tentu kami akan tetap berlanjut 3 tahun, walaupun ada pihak lain akan masuk, baik PT PLN atau PT lain," lanjutnya.
Listrik menjadi kebutuhan vital di Blok Rokan. Karena tanpa adanya aliran listrik, tidak akan bisa mengebor minyak. Produksinya terancam turun.
Adapun mekanisme B2B antara MCTN dengan siapa pun perusahaan pembangkit yang menjadi operator blok ini, dia berharap tidak akan sulit, termasuk investasi yang harus dirogoh jika MCTN mau menyerahkannya ke perusahaan lain.
"Mudah-mudahan di 8 Agustus itu hanya urusan administratif saja yang jadi masalah, secara operasional kami yakin pengoperasian Duri Steam Flood dan listrik yang dibutuhkan untuk angkat minyak dari Lapangan Duri bisa berjalan," kata Fatar.
Pembangkit listrik milik MCTN di Blok Rokan memiliki kapasitas 300 megawatt (MW). Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril pernah mengatakan, tawaran MCTN terhadap pembangkit ini tidak wajar sebab mencapai USD 300 juta, sementara menurut perhitungan dibangun 20 tahun lalu, nilainya USD 190 juta.
Selain itu, selama ini listrik di Blok Rokan dibayar oleh negara karena blok tersebut masih menggunakan rezim kontrak bagi hasil (PSC) cost recovery.
"Nilai aset ini kita tawarkan sesuatu yang kewajaran. Kita enggak inginkan tiba-tiba USD 300 juta. Sedangkan nilai beli USD 190 juta yang kita dapat 20 tahun lalu," kata Bob dalam sebuah webinar, Kamis (8/4).**
Sumber: Kumparan