BBKSDA Riau Lepas Liarkan Ular Sanca Betina Berumur 30 Tahun

BBKSDA Riau Lepas Liarkan Ular Sanca Betina Berumur 30 Tahun
BBKSDA Riau Lepas Liarkan Ular Sanca - dok BBKSDA Riau

iniriau.com, PEKANBARU - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau melepasliarkan ular phyton. Panjang sanca batik itu sekitar 9 meter lebih. Berumur 30 tahun dengan berat 120 kg. 

Ular sawah/sanca batik (Malayopython reticulatus / Python reticulatus) merupakan hasil rescue seorang warga bernama Amar atau yang lebih dikenal dengan Amar_pd di kebun sawit Desa Sungai Buluh, Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan Riau.

"Kronologis kejadian saat itu di perkebunan yang akan diolah Amar menemukan ular sanca. Jika tidak diselamatkan ular akan dibunuh oleh warga, karena warga ketakutan mengingat ukurannya yang sangat besar. Ular ini berjenis kelamin betina dengan berat sekitar 120 kilogram dan panjang lebih dari 9 meter. Diperkirakan berumur lebih dari 30 tahun," ungkap Plh. Kepala Balai Besar KSDA Riau, Hartono Rabu (22/9/2021)

Untuk melepasliarkan ular yang memiliki nama lain Malayopython reticulatus / Python reticulatus itu, Tim BBKSDA harus menempuh perjalanan masuk ke dalam kawasan. Berjalan kaki menyusuri sungai dan perbukitan sekitar 1 jam. Hujan yang mengguyur tidak menyurutkan Tim menyatukan ular kembali ke alam liarnya.

"Setelah dilakukan pelepasliaran, ular terlihat sangat bersemangat masuk ke dalam semak untuk kemudian menyatu dengan lingkungan barunya," pungkasnya.

Sementara, Plh. Kepala Bidang KSDA Wilayah II, MB Hutajulu menjelaskan, ular python atau ular sanca batik adalah salah satu satwa dengan status kategori tidak dilindungi. Namun, dalam Convention on International Trades on Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) atau perjanjian internasional yang fokus pada perlindungan spesies tumbuhan dan satwa liar, jenis ular ini masuk dalam kategori appendiks II. 

"CITES adalah satu-satunya perjanjian global yang fokus pada perlindungan spesies tumbuhan dan satwa liar terancam dari perdagangan yang menyebabkan spesimen tumbuhan dan satwa liar tersebut terancam. Artinya satwa ini spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan," kata Hutajulu. 

Pengaturan tersebut berupa adanya pembatasan kuota tangkap/ambil yang tidak dlindungi yang masuk dalam appendik CITES ataupun non appendik CITES. Kuota ini ditetapkan oleh Dirjen KSDAE setiap tahunnya berdasarkan rekomendasi dari LIPI dan berlaku untuk satu tahun, adapun dasar dalam penetapan kuota tersebut berdasarkan Kepmenhut No. 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan satwa liar.**

Berita Lainnya

Index