Dari Sidang Pembunuhan Bayu Santoso

Dipasaran Berteman, di Pengadilan Saling "Tikam"

Dipasaran Berteman, di Pengadilan Saling
Sutarno selaku ketua majelis hakim yang memimpin sidang Pembunuhan Bayu Santoso, korban mutilasi di Pulau Rupat.

BENGKALIS, - Ali Akbar, Andrean, Herianto dan Bayu Santoso merupakan empat sekawan. Lazimnya orang berteman, keempatnya sering ngumpul dan tentu saja berbagi cerita. Bahkan untuk hal-hal terlarang pun mereka bersama. Seperti mengisap shabu bareng-bareng misalnya.

Namun, persahabatan empat sekawan yang tinggal di Tanjung Medang, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau, itu retak ditengah jalan.

"Perahu" persahabatan ini retak, karena Bayu berulah. Karena tiba-tiba saja Bayu menekan Gondrong dengan ancaman mau melaporkan Gondrong ke polisi sebagai pengedar shabu.

Selidik punya selidik, ternyata Bayu tak lagi bisa mengutang shabu pada Gondrong.

Ancaman Bayu ini, mengejutkan Gondrong. Gondrong pun kalut. Bayangan bakal diuber polisi dan seramnya hidup di penjara menghantuinya. Namun, apa daya. Dia tak bisa berbuat banyak.

Pada suatu malam di bulan Maret 2017, Gondrong mengontak Herianto alias Heri pemilik usaha bilyar disebuah ruko di Tanjung Medang, Ibu Kota Kecamatan Rupat Utara itu. Kepada sohibnya ini, Gondrong membeberkan ancaman Bayu. Bahwa Bayu akan melaporkan dirinya sebagai bandar sabu ke polisi. Tentu saja laporan tersebut diberi sedikit bumbu.

Heri yang awalnya meminta agar masalah ini dibahas besok. Namun, akhirnya tak bisa menolak, ketika Gondrong muncul di ruko bilyar milik Heri. Dan  ngotot untuk membahas ancaman Bayu tersebut malam itu juga.

Padahal, saat itu Heri telah menutup ruko yang sekaligus menjadi tempat tinggalnya.

Karena sudah seperti saudara, akhirnya Heri luluh juga. Dia bersedia membahas ancaman Bayu.

Gondrong kemudian mengontak Ali Akbar alias Ali. Bertiga mereka berdiskusi sembari menyabu.

Dalam diskusi itu, ketiganya sepakat melenyapkan Bayu. Ketiganya mencap Bayu sebagai pengkhianat. Hukuman bagi pengkhianat adalah hukuman mati, menjadi keputusan Heri, Gondrong dan Ali.

Untuk melaksanakan keputusan tersebut, malam itu juga Gondrong mengontak Bayu untuk datang ke ruko Heri. Tentu saja dengan iming-iming nyabu bareng.

Tanpa curiga dan rasa khawatir apapun, Bayu pun muncul. Seperti syair lagu anak-anak " Si Kancil anak nakal yang suka mencuri ketimun" Bayu pun masuk perangkap dan pada akhirnya tak dikasih ampun.

Untuk menghilangkan kecurigaan Bayu, sambutan Ali, Heri dan Gondrong biasa-biasa saja. Mereka pun melaksanakan ritual dunia hitam, yakni nyabu bersama.

Keempatnya duduk tidak beraturan. Bayu, Heri dan Gondrong duduk di kursi, sementara Ali diatas meja bilyar.

Saat itu, Bayu senangnya bukan main. Sebab, bisa menikmati barang impian.

Kendati kemudian sempat berdebat dengan ketiga rekanya soal ancaman akan mengibus (melaporkan) teman-temannya itu. Malam itu, Bayu tak juga sadar akan ancaman terhadap dirinya.

Malam itu, dia seolah jadi pemenang. Sebab, dengan sedikit ancaman yang disampaikan kepada Gondrong telah membuahkan hasil.

Ya. Malam itu Bayu menang. Bermodal ancaman gertak, shabu gratis pun dapat dan dipakai bersama.

Hanya saja, tanpa disadari Bayu dibalik wajah biasa teman-temannya ternyata menyimpan sebuah rencana sadis. Dan sabu yang diisapnya malam itu merupakan isapan terakhir.

Sebab, dibalik keramahan Heri, Gondrong dan Ali malam itu, terselip bara dendam dan sudah disiapkan.

Usai menyabu, Heri pergi ke kamar mandi. Dia keluar dengan membawa baju kaos merah ditangan kanannya. Ternyata baju tersebut untuk menutupi sebilah pisau tajam.

Sesampai dbelakang Bayu, Heri langsung mengunjamkan pisau tersebut ke punggung Bayu.

Darah pun muncrat disertai pekik kesakitan Bayu. Namun, selain Gondrong dan Ali tak seorangpun yang mendengar. Bahkan anak Heri yang berusia lima tahun yang tidur kamar dalam ruko tersebut juga tak terbangun oleh raungan kesakitan Bayu.

Selain Heri, Gondrong juga menyerang Bayu dengan pisau dibagian leher. Pisau tersebut sebelumnya disimpan Gondrong dilobang meja bilyar.

Mendapat serangan mendadak, Bayu coba melakukan perlawanan. Namun, apalah daya, dalam kondisi badan penuh luka perlawan Bayu tak maksimal. Bahkan Bayu hampir tumbang. Namun, tak dibiarkan. Ali dengan sigap menahan tubuh Bayu. Sementara Heri sudah seperti orang kalap, terus merajah tubuh Bayu dengan pisau.

Melihat Heri kehilangan kendali. Nyali Gondrong ciut. Si Gondrong yang saat ini rambutnya sudah dicukur pendek itu pun berlari kearah pintu. Namun, dia tak bisa membuka kunci.

Ali yang juga ikut lari bersama Gondrong kemudian berhasil membuka pintu. Ali pun kabur. Sebaliknya Gondrong terpaksa kembali, karena bajunya warna putih tertinggal di dalam.

Setelah mengambil baju, keduanya pun kabur meninggalkan Heri dan Bayu yang sudah sekarat.

Saking takutnya, seorang warga yang berpapasan sempat menanyakan keduanya, sebab mereka lari. Namun, dijawab Gondrong tak ada apa-apa.

Dilain pihak, Heri juga bingung memandangi mayat Bayu. Dia berpikir mau dibuang kemana mayat Bayu. Dia kemudian mengontak Gondrong untuk datang membereskan mayat Bayu. Ditelpon, Gondrong berjanji mau datang. Namun, tak pernah muncul.

Dalam suasana pikiran panik karena membunuh dan ingin membuang mayat Bayu, Heri kemudian memutilasi (memotong-motong) tubuh Bayu menjadi sepuluh potong. Kemudian dimasukan ke dalam tas besar dan drum.

Sebaliknya, dalam pelariannya Gondrong dan Ali terus dihantui arwah korban. Rasa bersalah, takut dan lain sebagainya berkecamuk.

Untuk mengurangi rasa bersalah dan kalau bisa bebas dari keterlibatan pembunuhan, Gondrong  melaporkan pembunuhan tersebut ke Polsek Rupat Utara.

Sementara, tanpa sepengetahuan Gondrong, Ali sudah kabur keluar pulau, yakni ke rumah neneknya di Sumatera Utara.

Demikian juga dengan Heri. Bersama anaknya, Heri kemudian kabur ke Jakarta.

Jika Gondrong tak melapor, tentu untuk beberapa lama peristiwa pembunuhan ini belum akan terungkap.

Akan tetapi, sebuah kejahatan lambat laut tentu akan terungkap.

Demikian juga dengan pembunuhan Bayu Santoso. Berawal dari laporan Gondrong, kasus pembunuhan ini pun diketahui dan terungkap.

Gondrong pun tak bisa menyembunyikan bagaimana pembunuhan tersebut bisa terjadi. Polisi yang bergerak cepat akhirnya menangkap Heri di Jakarta dan Ali di Sumatera Utara.

Terkait pembunuhan ini, ketiganya pun menjadi "pesakitan" di Pengadilan Negeri Bengkalis dengan stempel sebagai terdakwa.

Akan tetapi, saat sidang di pengadilan ketiganya tak lagi sepakat dan sekawan. Ibarat mendaki gunung, ketiganya memulai pendakian sama. Namun, ditengah perjalanan ketiganya membuat jalur pendakian masing-masing. Hal inilah yang tergambar dalam sidang Rabu (20/9/17) lalu.

Kecuali ikut merencanakan pembunuhan. Tentang perannya sebagaimana tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di penyidik kepolisian,  dibantah oleh Gondrong dan Ali.

Gondrong membantah ikut menikam dibagian leher. Demikian juga dengan Ali juga membantah telah menahan tubuh Bayu saat mau tumbang.

Intinya, eksekusi itu dilakukan Heri sendiri berbekal pisau di tangan kiri dan kanan.

Dengan wajah penuh marah, Heri balik membantah tudingan teman-temannya itu. Heri betul-betul kaget saat Ali dan Gondrong menjadi saksi atas dirinya dalam perkara pembunuhan itu.

Heri berkeras bahwa Gondrong ikut serta menikam leher Bayu. Dan Ali menahan punggung Bayu saat korban mau tumbang setelah ditikam. Akan tetapi, sekali lagi keduanya tetap membantah peran yang disebutkan Heri.

Saling berkelit ini, membuat Sutarno selaku ketua majelis hakim yang memimpin sidang marah. Sutarno dengan keras meperingatkan Ali Akbar dan Gondrong. Menurut Sutarno, sebagai saksi untuk terdakwa Herianto keduanya agar berkata jujur karena akan konsekuensi hukum.

Kecuali ikut merencanakan. Keduanya tetap membantah peran lainnya dalam pembunuhan tersebut. Lebih-lebih lagi Ali. Dia bahkan mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) yang dilakukan penyidik kepolisian atas dirinya.

Namun demikian, palu putusan belum diketuk. Baik Herianto, Andrean maupun Ali Akbar yang dijerat Pasal 240 junto 330 junto Pasal 55 ayat (1) junto Pasal 56 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup hingga hukuman mati, belum bisa menghitung berepa kalender harus dijalani di penjara.

"Ketiga tersangka dikenakan Pasal 240 Junto 330 junto Pasal 55 ayat (1) junto Pasal 56 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup hingga hukuman mati," kata Kapolres Bengkalis AKBP Hadi Wicaksono saat ekspos perkara pembunuhan mutilasi ini di Mapolres Maret lalu.

Untuk meringankan hukuman atau paling tidak lolos dari ancaman hukuman tertingg, yakni hukuman mati. Herianto, Gondrong dan Ali Akbar saling "sikut". Ketiganya saling beradu argumentasi dihadapan majelis hakim, jaksa penuntut umum dan kuasa hukum.

Namun, tunggu dulu. Untuk terangan BAP yang dibantah Ali dan Gondrong. Majelis hakim meminta JPU untuk menghadirkan saksi verbal lisan (penyidik Polres yang memeriksa perkara) untuk didengar keterangannya dalam sidang Kamis besok.

Ya, dipasaran mereka berteman. Tetapi, di Pengadilan saling "tikam". (Rudi)


Berita Lainnya

Index