SPPD Fiktif Setwan DPRD Riau, Pakar Hukum M Musa: Penegakan Hukum Harus Lebih Baik

SPPD Fiktif Setwan DPRD Riau, Pakar Hukum M Musa: Penegakan Hukum Harus Lebih Baik
Pakar hukum Riau dan Dekan Fakultas Hukum UIR M Musa (foto: istimewa)

iniriau.com, Pekanbaru - Maraknya kasus korupsi di Pekanbaru beberapa bulan terakhir mendapat perhatian dari pakar hukum di Riau M Musa. Mulai dari OTT KPK Pj Walikota Pekanbaru Risnandar Mahiwa yang menyeret sejumlah nama kadis instansi terkait hingga kasus SPPD Fiktif Setwan DPRD Riau yang bergulir hingga saat ini.

Bagi Dekan Fakultas Hukum UIR ini, proses penegakan hukum baik di daerah maupun dalam skala nasional harus mendapat dukungan dan pengawalan. Hal ini bertujuan agar lebih mencerminkan wibawa hukum itu sendiri. Selain itu, integritas aparatur penegak hukum menjadi pemeran kunci dalam penegakan hukum itu sendiri.

"Bagi saya, proses penegakan hukum di Provinsi Riau bisa menjadi laboratorium penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia. Kenapa? Agar sektor  pembangunan dalam berbagai sisi yang dilakukan  pemerintahan  bisa segera terwujud untuk meningkatkan kemapanan hidup masyarakat. Nah, dengan demikian jika ada suatu tindak pidana yang sudah memiliki alat bukti yang cukup pantas diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku," jelas M Musa, Kamis,(23/1), saat diwawancara iniriau.com di hotel Grand Central Pekanbaru.

Mengenai maraknya aktifitas KPK di Pekanbaru mengungkap kasus korupsi, bagi pria berkacamata tersebut adalah hal yang wajar. Menurut M Musa, sejak dulu ada beberapa provinsi di Indonesia, termasuk Riau menjadi  pilot projectnya KPK dalam hal pencegahan dan  penegakan hukum tindak pidana korupsi.

"Sebenarnya ini adalah hal yang baik agar pengelolaan anggaran pemerintah di daerah lebih baik lagi," jelas M Musa menambahkan penjelasannya.

Saat ditanya mengenai proses hukum kasus SPPD Fiktif Setwan DPRD Riau, yang hingga saat ini masih bergulir, M Musa pun menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi selama berlangsungnya proses hukum.

"Saya terakhir mengikuti perkembangan kasus SPPD fiktif ini, saat TFT dinyatakan bersalah, dan ternyata perkembangan kasusnya sudah cukup jauh juga," jelas Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Riau tersebut.

Saat ditanya kenapa pihak kepolisian Polda Riau memerintahkan ASN, tenaga honorer dan tenaga harian lepas mengembalikan uang dari aliran dana SPPD fiktif tersebut , menurut beliau ada kemungkinan indikasi temuannya mal administrasi dari tindak pidana kasus SPPD fiktif tersebut.

"Pertama, jika memang benar ada perintah dari Polda Riau untuk mengembalikan uang dari aliran dana SPPD tersebut, menurut saya hal itu temuannya besar kemungkinan adanya indikasi hanya kategori  mal administrasi, bukan  indikasi tindak pidana," jelas pria berkacamata tersebut.

"Kedua, bisa saja pengembalian uang aliran dana SPPD itu, ada tindak pidananya. Kenapa? Kemungkinan adanya informasi dari sejumlah intelijen mengenai kasus itu, namun belum bisa ditentukan secara hukum sesuai aturan hukum acara pidana terkait dengan alat bukti permulaan yg cukup. Selain itu, proses hukumnya masih di tingkat penyelidikan bukan penyidikan," lanjut M Musa menjelaskan.

Sementara itu mengenai penetapan status tersangka dalam kasus SPPD Fiktif Setwan DPRD Riau ini, menurut M Musa pihak Polda Riau cukup berhati-hati dalam menetapkan status seseorang sebagai tersangka, karena jika tidak terpenuhi alat bukti minimal yang cukup atau unsur tindak pidana tidak terpenuhi  implikasinya bisa merusak nama baik seseorang.

"Menetapkan status tersangka kepada seseorang itu cukup beresiko, jika bukti-bukti yang terkumpul tidak kuat. Jika salah menetapkan status tersangka kepada seseorang, selain merusak nama baik orang tersebut, profesionalisme kinerja pihak kepolisian juga dipertanyakan. Saya melihat Polda Riau cukup berhati-hati dalam hal ini," lanjut Musa menjelaskan.

M Musa pun tidak mau menuding saat ditanya jika ada sejumlah anggota dewan terlibat dalam kasus ini.

"Kalau soal itu saya tidak bisa menjawab secara gamblang. Karena  tidak memiliki  kapasitas untuk menjelaskan perihal tersebut,  kecuali diminta sebagai ahli sesuai prosedur hukum. Bagi saya, kita beri kesempatan pihak kepolisian mengembangkan kasus ini  dalam penyidikan, kita cukup mengawal dengan ketat sesuai kapasitas kita masing- masing. Saya berharap masyarakat mengawal dengan rasional dan penuh kecerdasan," tutupnya mengakhiri wawancara.

Sejauh ini 30 ASN, tenaga honorer dan tenaga lepas di Setwan DPRD Riau sudah menunjukkan itikad baiknya untuk mengembalikan uang aliran dana SPPD fiktif itu. Mereka mengembalikan mulai Senin lalu  (20/1) dan pengembalian uang aliran dana SPPD tersebut terkumpul dengan nominal Rp2.179.934.000.**

#Hukrim

Index

Berita Lainnya

Index