iniriau.com, INHU – Sebuah tragedi rumah tangga mengguncang warga Desa Tani Makmur. Seorang pria, Thomson Rikardo Gultom, ditemukan tak bernyawa dengan luka menganga di kepala. Ironisnya, pelaku penganiayaan diduga adalah istrinya sendiri, EN (40).
Peristiwa berdarah itu terjadi pada Senin malam, 14 April, sekitar pukul 23.30 WIB, di rumah mereka yang terletak di Line II RT 03 RW 01. Korban sempat dilarikan ke UGD RSUD Indrasari Rengat, namun nyawanya tak tertolong. Ia dinyatakan meninggal dunia pada pukul 06.40 WIB, Selasa pagi.
Menurut pihak kepolisian, EN diduga nekat menyerang suaminya lantaran kesal permintaannya untuk meminjam uang tidak digubris. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk membeli sebidang tanah milik orang tuanya dan membantu biaya pengobatan mereka.
“Dari hasil penyidikan, ada konflik rumah tangga yang sudah berlangsung sebelumnya. Insiden ini dipicu oleh kekecewaan yang memuncak,” ujar Kapolres Indragiri Hulu, AKBP Fahrian Saleh Siregar.
EN diduga menyerang suaminya dari belakang menggunakan pisau deres alat yang biasa digunakan untuk menyadap karet yang ujungnya sudah patah. Luka robek sepanjang 8 cm di kepala korban menjadi bukti kekerasan fatal yang terjadi malam itu.
Alih-alih segera mencari bantuan, EN justru sempat membersihkan darah di lantai dan mengoleskan antiseptik ke luka korban. Ia baru meminta bantuan kakaknya sekitar pukul 02.30 WIB, saat kondisi korban sudah memburuk.
Polisi mengamankan sejumlah barang bukti dari lokasi, termasuk pisau patah, kain pel, pakaian bernoda darah, botol antiseptik, dan sebuah bangku kecil yang ditemukan di dekat korban.
Setelah dilakukan penyelidikan mendalam, EN akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pada 21 April. Ia dijerat dengan dua pasal: Pasal 44 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, serta Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.
“Pelaku kini dalam tahanan, dan proses penyidikan terus kami lanjutkan sembari berkoordinasi dengan pihak kejaksaan,” tutur AKBP Fahrian.
Kasus ini menjadi pengingat pahit bahwa konflik dalam rumah tangga, jika tidak diselesaikan secara sehat, bisa berujung pada kekerasan yang menghilangkan nyawa.**