iniriau.com, PEKANBARU - Dugaan penahanan ijazah oleh PT Mega Sanel Lestari terus memanas dan kini berbalik arah. Setelah menjadi sorotan publik usai viral di media sosial, manajemen perusahaan akhirnya angkat bicara dalam konferensi pers pada 15 Mei 2025 melalui kuasa hukum mereka, Bangun VH Pasaribu, SH MH, dan Daud FM Pasaribu, SH.
Dalam pernyataannya, tim hukum PT Mega Sanel Lestari menegaskan akan melaporkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI, Immanuel Ebenezer, dan Gubernur Riau ke Komnas HAM dan Mabes Polri. Tindakan ini disebut sebagai bentuk keberatan atas langkah pemerintah yang dinilai mencoreng nama baik perusahaan dan melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia.
"Ini bukan lagi soal tuduhan yang keliru, tapi sudah menyentuh ranah intimidasi terhadap entitas usaha yang sah," ujar Bangun Pasaribu kepada wartawan.
Polemik bermula dari inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Wamenaker pada 23 April 2025 di kantor operasional perusahaan di Pekanbaru. Pihak perusahaan mengaku sidak tersebut menimbulkan kegaduhan dan opini publik negatif tanpa adanya klarifikasi lebih lanjut.
PT Mega Sanel Lestari merupakan perusahaan bergerak di sektor pariwisata dan mengklaim memiliki perizinan yang lengkap. Menurut kuasa hukum, tudingan penahanan ijazah sama sekali tidak berdasar. Mereka bahkan mengungkap adanya dugaan penggelapan dan penipuan oleh beberapa mantan karyawan, salah satunya telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 662 K/Pid/2015.
Dari 12 orang yang mengaku sebagai korban, perusahaan hanya mengenali lima sebagai mantan karyawan, dan hanya empat ijazah yang masih berada di perusahaan. Itu pun, menurut keterangan, terkait dengan persoalan internal.
Sebagai bentuk tanggung jawab, PT Mega Sanel Lestari telah menghadiri undangan dari Disnakertrans Provinsi Riau dan Komisi V DPRD Provinsi Riau dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP). Perusahaan juga sudah menitipkan ijazah tersebut ke Disnakertrans. Namun ironisnya, saat agenda penyerahan resmi digelar pada 14 Mei 2025, para mantan karyawan tidak hadir.
Di hari yang sama, pemerintah kembali melakukan sidak dan berujung pada penyegelan kantor operasional perusahaan. PT Mega Sanel Lestari menyesalkan tindakan tersebut karena merasa telah memberikan pemberitahuan bahwa direksi tengah menjalankan tugas ke luar negeri.
Menurut Daud Pasaribu, kuasa hukum lainnya, sidak yang dilakukan bersama massa telah menciptakan suasana mencekam. Ia menyebut kliennya menjadi korban tekanan yang tidak proporsional.
“Kalau prosedur hukum diabaikan dan tekanan massa didahulukan, maka hukum bukan lagi jadi pelindung. Ini yang kami lawan,” ujarnya.
Lebih jauh, PT Mega Sanel Lestari akan menempuh langkah hukum lanjutan dengan melaporkan dugaan pencemaran nama baik ke Mabes Polri serta mengadu ke Komisi I, III, dan IX DPR RI. Mereka juga meminta Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan menanggapi persoalan ini secara serius.**