iniriau.com, JAKARTA — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Tamsil Linrung, memberikan apresiasi atas peluncuran Sekolah Lontara, sebuah inisiatif literasi kultural yang digagas oleh Ikatan Kekeluargaan Pelajar Mahasiswa Indonesia Sulawesi Selatan (IKAMI Sulsel). Acara pembukaan digelar di kawasan Menteng, Jakarta.
Dalam sambutannya, Tamsil menyebut Sekolah Lontara sebagai “oase kesadaran kultural” di tengah derasnya arus budaya global yang berpotensi menggerus jati diri bangsa.
“Arus informasi dan globalisasi sangat rentan mencerabut akar nilai dan identitas bangsa. Karena itu, inisiatif seperti Sekolah Lontara harus kita dukung sebagai upaya pelestarian warisan budaya Indonesia,” ujarnya, Minggu (8/6/2025).
Menurut Tamsil, ketika dunia tengah terjebak dalam konvergensi yang mengaburkan identitas kolektif suatu bangsa, Sekolah Lontara justru hadir sebagai gerakan arus balik—mengajak generasi muda untuk kembali menyatu dengan bahasa ibu, nilai-nilai luhur, dan peradaban Nusantara.
Ia juga mengapresiasi kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang memisahkan Kementerian Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan, sebagai bentuk perhatian serius terhadap pelestarian budaya. DPD RI, tambahnya, turut memberi perhatian pada agenda strategis ini.
“Kebudayaan adalah pusaka kita sebagai bangsa besar. Baik yang bersifat fisik (tangible) maupun nonfisik (intangible), keduanya adalah fondasi ketahanan nasional,” kata Tamsil.
Ia menegaskan bahwa generasi muda adalah ujung tombak kebangkitan budaya, dan menyambut baik semangat gotong royong serta jejaring lintas kota yang menopang lahirnya Sekolah Lontara. Ia menyebut ini sebagai bukti bahwa gerakan kultural dapat tumbuh dari bawah—dari rakyat dan komunitas—asal didorong oleh cinta dan tanggung jawab terhadap warisan leluhur.
“Nilai-nilai lokal bukanlah antitesis dari modernitas. Justru dari akar lokal yang kuat, kita bisa membangun kosmopolitanisme yang bermartabat. Sekolah Lontara adalah contoh bagaimana tradisi dan teknologi bisa saling menguatkan," lanjutnya.
Sebagai wakil dari daerah Sulawesi Selatan, Tamsil menegaskan komitmennya untuk terus mendorong kebijakan pelestarian budaya di forum-forum kenegaraan, khususnya di DPD RI. Ia berharap Sekolah Lontara bisa menjadi model inspiratif bagi daerah lain dalam membangun pendidikan budaya yang membumi dan membangkitkan kesadaran sejarah.
Sekolah Lontara merupakan ruang belajar terbuka yang memadukan metode daring dan luring. Program ini menyajikan materi seputar Aksara Lontara, Struktur bahasa Bugis-Makassar, Sejarah peradaban Sulawesi Selatan serta nilai-nilai filosofis dari pepatah dan adat istiadat.
Pesertanya mencakup pelajar, mahasiswa, hingga diaspora Sulawesi Selatan di luar negeri, menjadikan Sekolah Lontara sebagai jembatan antar generasi dan penjaga identitas kultural di era digital.**