iniriau.com, PEKANBARU — Perjalanan hukum Kepala Desa (Kades) Deras Tajak, Kecamatan Kampar Kirim Hulu Kabupaten Kampar Syahrial, memasuki babak krusial. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru, Rabu (11/6/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman berat terhadap Syahrial karena terbukti menyelewengkan dana desa senilai lebih dari Rp1,4 miliar.
Sidang yang dipimpin oleh majelis hakim Aziz Muslim SH itu berlangsung dengan agenda pembacaan tuntutan. JPU Egy Primatama SH mengungkapkan bahwa Syahrial terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
“Perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara secara nyata dan dilakukan secara sadar,” tegas Egy dalam persidangan.
Jaksa menuntut agar Syahrial dijatuhi hukuman penjara selama 7 tahun 6 bulan, dikurangi masa penahanan yang telah dijalani. Selain itu, ia juga dituntut membayar denda sebesar Rp300 juta, dengan ancaman pidana pengganti selama 3 bulan kurungan jika tidak mampu membayar.
Tak hanya itu, Syahrial juga dibebankan untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1.392.784.093. Apabila gagal membayar, maka akan digantikan dengan pidana penjara selama 3 tahun 9 bulan.
Kuasa hukum terdakwa, Kristian SH, menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) tertulis dalam sidang berikutnya yang dijadwalkan pekan depan.
Kasus korupsi ini bermula dari pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Deras Tajak tahun 2019 dan 2020. Saat itu, desa menerima dana masing-masing sebesar Rp2.102.207.584 dan Rp1.626.544.482, yang berasal dari APBD Kampar, APBD Provinsi Riau, serta APBN.
Namun hasil audit Inspektorat Kabupaten Kampar menunjukkan adanya sejumlah kejanggalan. Ditemukan bahwa beberapa kegiatan dan belanja yang tercantum dalam laporan keuangan ternyata tidak pernah dilaksanakan, meskipun dananya sudah dicairkan. Lebih parah lagi, ada indikasi kuat bahwa laporan pertanggungjawaban keuangan bersifat fiktif. Audit tersebut menyimpulkan adanya penyimpangan anggaran dengan total kerugian negara mencapai Rp1.410.278.493.**