Dukun Palsu di Mandau Cabuli Istri Pasien, Ritual Pengusiran Guna-Guna Jadi Alasan

Dukun Palsu di Mandau Cabuli Istri Pasien, Ritual Pengusiran Guna-Guna Jadi Alasan
Dua tersangka kasus dukun cabul di Mandau (foto: istimewa)

iniriau.com, BENGKALIS – Warga Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, dihebohkan dengan pengungkapan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang pria berkedok guru spiritual. Pelaku berinisial ZA (42) diduga mencabuli istri pasiennya sendiri dengan dalih ritual pengusiran guna-guna.

Lebih mengejutkan, aksi tersebut dilakukan dengan restu sang suami, yang percaya sepenuhnya pada metode penyembuhan sang “dukun”.

Peristiwa ini bermula pada awal Juni 2025. Seorang wanita muda berinisial S (21) dibawa suaminya untuk menjalani pengobatan impotensi ke rumah ZA di Jalan Jawa, Gang Kurma, Kelurahan Gajah Sakti, Kecamatan Mandau. Selama hampir dua pekan tinggal di tempat tersebut, pelaku mulai melakukan manipulasi psikologis terhadap pasangan suami istri itu.

ZA mengklaim bahwa gangguan medis yang dialami sang suami disebabkan oleh ilmu hitam yang menempel di tubuh istrinya. Ia kemudian menawarkan solusi tak masuk akal korban harus melakukan hubungan badan dengannya sebagai bagian dari “proses penyembuhan”.

"Korban mengalami tekanan secara psikologis dan akhirnya menuruti permintaan pelaku karena dibujuk dan dikondisikan bahwa itu satu-satunya cara menyembuhkan suaminya," ungkap Kapolsek Mandau AKP Pimadona, Senin (30/6/2025).

Hubungan intim tersebut dilakukan sebanyak tiga kali, pada tanggal 20, 21, dan 22 Juni 2025. Setelah merasakan kejanggalan dan tekanan, keluarga korban akhirnya turun tangan dan menjemput korban. Kasus ini kemudian dilaporkan ke Polsek Mandau.

Pihak kepolisian bergerak cepat. ZA ditangkap pada 27 Juni 2025. Sehari kemudian, polisi juga mengamankan suami korban RR (28), rekan pelaku yang diduga ikut membujuk korban agar menuruti ritual tersebut.

“Modusnya sangat licik. Pelaku memanfaatkan kepercayaan dan ketidaktahuan korban untuk melakukan perbuatan yang sangat merendahkan martabat manusia,” tambah Pimadona.

Dalam proses penyidikan, polisi menyita sejumlah barang bukti termasuk pakaian korban saat kejadian. Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang mengatur soal kekerasan seksual berbasis tipu daya dan penyalahgunaan relasi kuasa.

“Pemeriksaan medis dan psikologis terhadap korban sudah dilakukan untuk memperkuat pembuktian. Kami juga melibatkan pihak pendamping agar korban mendapat dukungan traumatik,” kata Pimadona menegaskan.

Kasus ini menyoroti pentingnya literasi spiritual dan kesehatan mental di tengah masyarakat agar tidak mudah terjebak pada praktik-praktik sesat yang merugikan.**

#Hukrim

Index

Berita Lainnya

Index