iniriau.com, YOGYAKARTA – Sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan di Daerah Istimewa Yogyakarta dinilai masih belum optimal dan perlu perhatian serius. Hal ini menjadi sorotan dalam Rapat Kerja Pengawasan Pelaksanaan UU No. 16 Tahun 2006 yang digelar Jumat (25/7), bersama Anggota DPD RI, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A., dan perwakilan Dinas Pertanian serta Ketahanan Pangan se-DIY.
Dalam sambutannya, Gus Hilmy—sapaan akrab Anggota Komite II DPD RI—menyampaikan apresiasi terhadap antusiasme peserta rapat, khususnya perempuan yang terlibat aktif di sektor pertanian dan perikanan.
“Saya cukup terkesan dengan kehadiran banyak Ibu-Ibu hari ini. Ini menunjukkan bahwa perempuan punya peran besar, bukan hanya sebagai konsumen, tetapi juga pelaku produksi di lapangan,” ujarnya.
Namun, di tengah partisipasi yang tinggi, berbagai masalah mendasar mengemuka. Salah satunya soal keterbatasan jumlah dan peran penyuluh di lapangan. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian DIY, Anita Windrati, menyampaikan bahwa penarikan penyuluh ke tingkat pusat menyebabkan daerah kekurangan tenaga pendamping.
“Imbasnya sangat terasa di kabupaten dan kota. Jumlah penyuluh berkurang drastis, dan pembinaan petani jadi timpang,” jelasnya.
Masalah semakin kompleks ketika banyak penyuluh justru lebih difokuskan pada tugas administrasi seperti Luas Tambah Tanam (LTT), alih-alih menjalankan fungsi utama sebagai agen perubahan perilaku petani.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Tim Ketenagaan Penyuluhan Kabupaten Gunungkidul, Catur. Dari 93 penyuluh yang ada, tak semuanya menjalankan tugas ideal.
“Sebagian besar malah jadi petugas statistik. Waktunya habis untuk mengurus data, padahal tugas utama penyuluh adalah mengubah pengetahuan, keterampilan, dan sikap petani,” ungkapnya.
Persoalan lain yang ikut mencuat antara lain belum jelasnya nomenklatur penyuluhan, ketimpangan rasio penyuluh dengan jumlah petani, latar belakang pendidikan yang tak sesuai, serta keterbatasan anggaran yang menghambat efektivitas program.
Menanggapi hal tersebut, Gus Hilmy menyatakan komitmennya untuk terus mengawal solusi di tingkat pusat, termasuk mendorong terbitnya regulasi yang lebih kuat.
“Kami akan kawal semua masukan ini, termasuk mendorong agar Perpres tentang penyuluhan segera diterbitkan. Dengan begitu, pelaksanaan penyuluhan dari desa hingga provinsi bisa lebih efektif dan tepat sasaran,” tegas Katib Syuriyah PBNU dan Anggota MUI Pusat tersebut.**